Selasa, 19 Maret 2013

proposal penelitian aqidah akhlaq



PROPOSAL PENELITIAN

A.Judul Penelitian
          Peranan Pendidikan Aqidah dalam Upaya Membina Akhlak Siswa Madrasah Tsanawiyah Darul Huda Bagorejo Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember Tahun Pelajaran 2012/2013.

B.Latar Belakang
            Pembangunan di Indonesia adalah pembangunan manusia yang seutuhnya, yaitu pembangunan manusia Indonesia yang selaras dan seimbang antara jasmani dan rohani. Dengan demikian akan terwujud manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa (imtaq) serta menguasai ilmu pengetahuan dan tehnologi (iptek). Hal ini sesuai dengan UU RI No.20 tahun 2003 tentang sisdiknas Bab.II yang berbunyi: (shaleh, 2001:19)
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
            Pendidikan anak merupakan hal yang strategis dalam sebuah peradaban baik burukya peradaban akan berkait erat dengan keberhasilan anak. Karena anak merupakan generasi mendatang, maka anak harus mendapatkan perlindungan dan perhatian yang layak agar dapat tumbuh dan berkembang secara fisik maupun mentalnya. Selain itu anak harus dipersiapkan untuk menjadi orang yang berguna dan bertanggung jawab bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat, bangsa dan negara.
            Pendidikan agama merupakan bagian pendidikan dalam pendidikan anak membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa serta berkepribadian dan berbudi luhur (Daradjat, 1992:87)
            Secara filosofis dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, peningkatan keimanan, ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan akhlak mulia merupakan penjabaran  dari sila pertama dari pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Mahaesa. Hal demikian selaras dengan semangat dan suasana kebatinan mukadimah UUD 1945 yang secara tersirat mengandung makna bahwa berdirinya Republik Indonesia dilandasi oleh semangat atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa mengiringi keinginan luhur bangsa untuk mencapai kemrdekaannya (Shaleh, 2001:39).
            Hal utama yang harus kita wariskan kepada anak adalah akhlak yang mulia dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Akhlak yang mulia dapat mengangkat derajat mereka dalam bidang  kerohanian, sedangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat akan menjunjung tinggi martabat  mereka dalam bidang jasmani (Al-Ghalayani, 1996: 313)
            Penanaman akhlak yang mulia dan budi pekerti yang luhur dalam jiwa anak-anak hendaknya dilakukan sejak kecil sampai ia mampu hidup dengan usaha dan tangannya sendiri. Semua tidak cukup ditanamkan begitu saja, tetapi juga perlu dipupuk. Menanamkan sesuatu pada jiwa anak,berupa akhlak atau budu pekerti, yaitu dengan cara memberikan petunjuk yang benar dan nasehat yang berguna sehingga ajaran yang mereka terima tidak mengambang, dan benar-benar meresap kedalam jiwa mereka. Apabila sudah menyatu dengan jiwa anak, ia akan terbiasa melakukan amal perbuatan yang utama, kebaikan, kegemaran bekerja untuk kepentingan tanah, Negara dan Bangsa (Zakiy, 2001:203).
            Tidak ada yang mengingkari kebenaran persoalan tersebut. Sebaliknya,  apabila anak-anak kita sudah terbiasa melakukan  akhlak yang rendah, budi pekerti  yang hina, serta tidak mau mencari ilmu pengetahuan yang bermanfaat, mereka akan menjadi perusuh umat, sampah masyarakat, dan membuat kerusakan (Al-Ghalayani, 1996:313)
            Belakangan ini sering terdengar keluhan-keluhan dari orang tua, orang-orang yang berkecimpung di bidang agama dan sosial masyarakat terutama pendidikan, atau guru, karena anak-anak yang sedang berumur belasan tahun dan mulai remaja: nakal, keras kepala, berbuat onar, mengganggu ketertiban umum, mencuri(mengambil hak orang lain), suka berpesta minuman keras, mengedarkan brang-barang haram(narkoba), dan sebagainya.
            Jika dicermati kenakalan anak tersebut diantaranya karena kurangnya penanaman nilai-nilai agama dan akhlak yang mulia baik dilingkungan sekolah maupun dilingkungan keluarga, masyarakat dan sebagainya.
            Selain itu ada faktor lain yang membuat kanakalan anak tersebut yaitu kurang mendapat perhatian dari orang tuanya, atau terlalu dimanjakan oleh keluarganya juga tidak pernah ibadah, serta jarang mengikuti pendidikan agama islam di sekolah. Akhrinya mengakibatkan kurang tertanamnya jiwa agama islam dalam hati mereka. Berdasarkan kasus di atas kiranya dipandang perlu adanya peneliti yang berkait dengan judul: Peranan Pendidikan dalam Upaya Membina Akhlak Siswa Madrasah Stanawiyah Darul Huda Bagoreja Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember Tahun Pelajaran 2012/2013.

C.Alasan Pemilihan Judul
Setiap tulisan ilmiah mempunyai alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian juga dalam penelitian ini memilih judul: Peranan Pendidikan Aqidah dalam Upaya Membina Akhlak Siswa Madrasah Stanawiyah Darul Huda Bagorejo Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember, mempunyai alas an-alasan sebagai berikut:
1.      Alasan Objektif  
a.      Karena judul ini menarik untuk diteliti, anak adalah amanat dan karunia Allah SWT, kewajiban untuk mendidik, mengarahkan, membimbing kejalan yang sesuai dengan aqidah/akhlak dan syariat islam.
b.      Pendidikan agama islam merupakan pendidikan yang sangat penting untuk siswa, karena dengan pendapat agam islam dapat membentuk insan yang beriman dan bertaqwa dan sekaligus ikut menentukan berhasil tujuan pendidikan nasioanl.

2.      Alasan Subyektif
a.      Dipilih Madrasah Tsanawiyah Darul Huda Bagorejo Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember sebagai objek penelitian, karena lokasi ini mudah dijangkau dan lebih efektif dalam penggunaan tenaga, waktu dan biaya.
b.      Sebagai mahasiswa Staifas Kencong Jember jurusaan pendidikan agama islam merasa terpanggil untuk membahas topik yang menyangkut pelaksanaan pendidikan agama islam disekolah.  

D. Fokus Penelitian
1. Fokus Penelitian
            Dengan demikian jelaslah bahwa fokus dari pada penelitian yang akan dilakukan adalah bagaimana peranan pendidikan aqidah dalam upaya membina akhlak siswa Madrasah Stanawiyah Darul Huda Bagorejo Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember Tahun Pelajaran 2012/2013. 
2.Sub Fokus Penelitian
            Sedangkan aspek-aspek masalahnya adalah:
a.      Bagaimana peranan pendidikan aqidah dalam upaya membina meningkatkan akhlak siswa terhadap Allah?
b.      Bagaimana peranan pendidikan aqidah dalam upaya membina akhlak siswa terhadap sesame?
c.       Bagaimana peranan pendidikan aqidah dalam upaya membina akhlak siswa terhadap lingkungan?

E. Tujuan Penelitian
            Setiap aktifitas penelitian pada umumnya memiliki tujuan tertentu, demikian juga dalam penelitian ini, tujuan yang akan dicapai antara lain sebagai berikut:
1.      Tujuan Umum
Untuk mendiskripsikan bagaimana dan sejauh mana peranan pendidikan aqidah dalam upaya membina akhlak siswa Madrasah Stanawiyah Darul Huda Bagorejo Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember Tahun Pelajaran 2012/2013?.
2.      Tujuan Khusus
a.      Untuk mendiskripsikan bagaimana peranan pendidikan aqidah dalam upaya membina akhlak siswa terhadap Allah?
b.      Untuk mendiskripsikan bagaimana peranan pendidikan aqidah dalam upaya membina akhlak siswa terhadap sesame?
c.       Untuk mendiskripsikan bagaimana peranan pendidikan aqidah dalam upaya  membina akhlak siswa terhadap lingkungan?

F. Kajian Teoritik  
1. Kerangka Teoritik Tentang Pendidikan Aqidah
a.      Pengertian Pendidikan Aqidah
      Menurut musthafa Al-Ghulayani bahwa pendidikan agama Islam adalah menanamkan  akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam jiwanya) kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air. (Uhbiyati, 2005:10).
      Darajat (2001:172) menjelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu usaha yang secara sadar dilakukan oleh guru untuk mempengaruhi dalam rangka pembentukan manusia beragama. (FIUP-UPI, 2007:2).
      Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri, berderajat tinggi menurut Allah dan isis pendidikannya adalah mewujudkan tujuan itu, yaitu ajaran Allah. (Drs. Burlian Somad yang dikutip Djamaludin dan Aly,1999:1).
      Pendidikan agama Islam meliputi beberapa bidang diantaranya Al-Qur’an, Hadits, Keimanan aqidah, akhlak, syari’ah. Sekaligus menggambarkan ruang lingkup pendidikan Agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya (Shaleh,2001:38).
       Menurut bahasa, Aqidah berasal dari bahasa Arab: Aqada-ya’qidu-uqdatan-wa’aqidatan. Artinya ikatan atau perjanjian, maksudnya suatu yang menjadi tempat bagi hati dan hati nnurani terikat  (Anwar, 2008:13).
            Menurut istilah aqidah di artiakan sebagai berikut:
1)     Berdasarkan dari Hasan Al-Banna adalah: Aqa’id bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati (mu), mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
2)     Berdasarkan dari Abu Bakar Jabir Al-Jazairy adalah: aqidah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipraktikkan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan di tolak segala Sesutu yang bertentangan dengan kebenaran itu (Labib, 2005:10).
      Adapun yang dimaksud aqidah islam adalah kepercayaan yang mantap kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, qadar yang baik dan yang buruk, serta seluruh muatan Al-Qur’an Al-karim dan Ash-Shahihah berupa pokok-pokok agama, perintah-perintah dan berita-beritanya, serta apa saja yang disepakati oleh generasi Salafus Shahih (ijma’), dan kepasrahan total kepada Allah ta’ala dalam hal keputusan hokum, perintah, takdir, maupun syara’ serta ketundukan kepada Rosulullah SAW. Dengan cara mematuhi menerima keputusan hukumnya dan mengikutinya. Dengan kata lain akidah islam adalah pokok-pokok kepercayaan yang harus diyakini kebenarannya oleh setiap muslim berdasarkan dalil naqli dan aqli (nash dan akal) (Anwar, 2008/14).
      Dari pendapat diatas, telah menjelasakan aqidah dngen baik secara terminologi maupun etimologi dan jelas pula bahwa aqidah dapat diartikan iman. Iman merupakan pondasi awal yang harus ada atu dimiliki oleh setiap individu dan tertanam disanubarinya tanpa ada keragu-raguan.
b.      Sumber Aqidah Islam
      Secara umum aqidah islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Kita sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah harus meyakini dan mengamalkannya akan keberadaan sumber kaidah islam tersebut. Semua itu harus harus disadari dengan akal fikiran dan akal fikiran itu tidak menjadi sumber aqidah, tetapi hanya sebagai fungsi untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber aqidah itu (Labib, 2005:2).
            Didalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menjelaskan pokok aqidah, yang dalam A-Qur’an, akidah ini identik dengan keimanan, karena keimanan merupakn pokok-pokok dari aqidah islam (Anwar, 2008:14).
c.       Fungsi Aqidah Islam
      Aqidah merupakan langkah pertama yang diserukan oleh seluruh utusan Allah terhadap manusia. Sebab aqidah merupakan fungsi utama sebagai fondasi dan tempat berpijak dari segala gerak atau aktivitas-aktivitas yang lainnya. Begitu pula halnya manusia, bila mempunyai aqidah yang kuat tidak akan mudah dipengaruhi dan di iming-imingi dengann suatu yang bisa menghancurkan keaqidahannya.
      Sedangkan dalam ajaran Islam Aqidah, Ibadah, Akhlak dan Mu’amalat itu pun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpiisahkan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Sebab orang yang mempunyai aqidah yang kuat, tentu saja melaksanakan ibadah yang rutin dan Allah SWT akan menerimanya. Begitu juga Rosulullah SAW menegaskan untuk selalu membangun aqidah yang benar dan kokoh, sehingga ajaran islam bisa terus bertahan sampai akhir dan selalu meningkatkan kualitas iman, amal serta ibadah dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah SWT (Labib, 2005:13-14).
d.      Tujuan Aqidah Islam
1)      Memupuk dan mengambangkan potensi keutuhan yang ada sejak lahir.
            Hal ini karena manusia sejak di dalam roh sudah mempunyai fitrah ketuhanan, sebagai mana firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 172-173
Yang Artinya: Dan (ingatlah), Ketika Tuhannmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi meraka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukanlah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan Kami), Kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu)  agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ”Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Atau agar kamu tidak mangatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua Kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu” (QS, Al-A’raf 172-173) (depag RI, 2005:178).
2)      Menjaga manusia dari kemusyrikan
            Kemungkinan manusia untuk terperosok ke dalam kemusyrikan terbuka lebar, baik secara terang-terangan (syirik jaly), yakni berupa perbuatan atau pun ucapan maupun kemusyrikan yang bersifat sembunyi-sembunyi (syirik khafy) yang berada di dalam hati. Untuk mencegah manusia dari kemusyrikan tersebut diperlukan tuntunan yang jelas tentang kepercayaan terhadap tuhan Yang Maha Esa (Anwar, 2008:16).
3)      Menghindari dari pengarh akal yang menyesatkan
            Walaupun manusia diberi oleh Allah kelebihan beruap akal pikiran, manusia sering tersesat oleh akal pikirannya, sehingga akal pikiran manusia perlu dibimbing oleh aqidah islam (Anwar, 2008:16).
e.      Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah Islam
Secara sistematis ruang lingkup pembahasan aqidah itu terabgi menjadi enam bagian, di antaranya:
1)      Iman kepada Allah.
2)      Iman kepada Malaikat.
3)      Iman kepada Kitab –kitab Allah.
4)      Iman kepda Nabi dan Rosul
5)      Iman kepada Hari Akhir.
6)      Iman kepada Taqdir Allah (Labib, 2005: 11-12).

f.        HUbungan Aqidah Islam dengan Akhlak
Aqidah adalah gudang akhlak yang kokoh. Ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi manusia untuk berpegang teguh kepada norma daan nilai-nilai akhlak  yang luhur. Islam menggabungkan antara agama yang hak dan akhlak. Menurut teori ini, agama menganjurkan setiap individu untuk berakhlak mulia dan menjadikannya sebagi kewajiban (taklif) di atas pundaknya yang dapat mendatangkan pahala atau siksa baginya. Oloeh karna itu agama menganggap akhlak sebagai penyempurna ajaran-ajaranya, karena agama tersusun dari keyakinan (aqidah) dan perilaku. Akhlak mencerminkan sisi perilaku tersebut (Anwar, 2008:201-202).

2.Kerangka Teoritis Tentang Akhlak
a. Pengertian Akhlak
            Akhlak  dalam agama islam ialah “Suatu ilmu yang di pelajari yang didalamnya tingkah laku manusia, atau sikap hidup manusia dalam pergaulan hidup”. Ilyas H. Yunahar menyatakan bahwa “Akhlak ialah tata cara (tata karma) bagaimana seseorang melakukan hubungan dengan kholiq-Nya dan melakukan hubungan dengan sesame manusia dan alam semesta” (2001:1).
            Dari pengertian di atas di ambil sebuah kesimpulan bahwa akhlak adalah sifat perangai, tabiat dan adab atau system perilaku yang dibuat oleh manusia yang merupakan tata cara bagaimana seseorang itu melakukan hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan manusia dan alam semesta.
            Akhlak merupakan pokok esensi ajaran islam karena dengan akhlaq akan terbina mental dan jiwa seseorang untuk memiliki hakekat manusia yang tertinggi.

 b.Ruang Lingkup Akhlak  
            Ruang lingkup akhlak islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran islam. Akhlak mencakup beberapa aspek dimulai dari akhlak kepada Allah, sesama makhluk hingga terhadap lingkungan (Nata Abuddin, 1996:147).
1)      Akhlak kepada Allah
            Islam mengatur hubungan antar manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya. Hubungan antar manusia dengan Allah akan terwujud dalam bentuk ibadah dan disiplin pribadi yang tercermin dalam sikap pribadinya kepada Allah dan sifat inilah yang disebut akhlak kepada Allah.
2)      Akhlak kepada Sesama
            Disamping berbuat baik kepada orang tua, juga harus berbuat baik kepada orang lain termasuk guru-gurunya, teman bergaul orang yang berada di atasnya (tua, pintar, kaya, pemimpin dan lain-lain) maupun kepada orang yang beragama lain dan mempunyai kepercayaan lain.
            Dalam pergaulan islam menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, yakni setiap insane ingin dihormati, mendapat perlakuan yang baik dan wajar.
            Hal ini member pengaruh yang sangat erat dengan usaha-usaha pembinaan sikap anak yang baik sehingga dalam diri anak akan timbul sikap saling kasih saying, sikap bersaudara, sikap member nasihat dan pemaaf serta saling menolong dalam pergaulannya dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat luas (Mahjuddin, 2008:80).
3)      Akhlak kepada Lingkungan
            Disini yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang disekitar manusia,
            Pada dasarnya akhlak yang di ajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai kholifah. Kekholifahan menunutut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekholifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya.(Nata Abuddin, 1996:150).

G. Metode dan Prosedur Penelitian
            Metode dalam kamus bahasa Indonesia adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud (Poerdarminto, 2007:767). Kaitannya dengan penelitian, metode adalah cara untuk memperoleh data. Sedangkan prosedur langkah atau teknik penelitian.
1.      Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif berlandaskan pada prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang di amati. Menurut David Willions yang dikutib Meleong mendefinisikan penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah (Moleong, 2007:5).
2.      Penentuan Subjek Penelitian
Dalam penelitian, peneliti harus menentukan subjek terlebih dahulu. Adapun penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive sampling adalah pemilihan subyek yang berdasarkan atas cirri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan cirri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Margono, 2005:128). Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah segenap unsur yang terlibat dalam kegiatan pembelajran di Madrasah Stanawiyah Darul Huda Bagorejo Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember.
Kaitannya dengan penelitian kualitatif, konsep sampel berkaitan dengan penelitian informasi harus mempertimbangkan siapa yang di anggap paling mengetahui masalah yang dikaji, informan dalam penelitian ini adalah:
a.      Kepala sekolah
b.      Guru
c.       Wali murid
d.      Siswa

3.      Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini tehnik pengumpulan data yang digunakan di antaranya: metode observasi, metode interview, dan metode documenter.
a.      Observasi
            Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian (Margono, 2005:158). Adapun penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi parsitipasif. Observasi parsitipasif merupakan teknik pengumpulan data yang paling lazim dipaki dalam penelitian kualitatif. Fokus perhatian paling esensial dari penelitian kualitatif adalah pemahaman dan kemampuannya dalam membuat makna atas suatu kejadian atau fenomena pada situasi yang tampak. Dengan observasi partisipasif peneliti harus banyak memakai peran selaknya yang dilakukan oleh obyek penelitian, pada situasi sama atau beda (Danim, 2002:122-123).
            Adapun kegunaan metosde observasi dalam penelitian ini diantaranya:
1)      Mengumpulkan data tentang kondisi dari objek.
2)      Mengumpulkan data kondisi fasilitas di Madrasah Stanawiyah darul Huda Bagorejo
3)      Mengumpulkkan data kegiatan-kegiatan yang dilaksanakn oleh lembaga Madrasah Stawiyah darul Huda Bagorejo.

b.      Interview
            Menurut denim interview adalah sebuah percakapan antara dua orang atau lebih yang pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subyek penelitian untuk dijawab (2002: 130). Untuk memperoleh informasi yang tepat dan objektif setiap interviener (pencari informasi) harus mampu menciptakan hubungan yang baik dengan interviwee (sumber informasi) atau responden artinya bahwa responden bersedia bekarja sama, bersedia menjawab pertanyaan dan member informasi sesuai dengan pkikiran dan keadaan yang sebenarnya (Margono, 2005: 165).
            Adapun interview ini digunakan untuk memperoleh:
1)      Sejarah berdirinys Madrasah Stanawiyah Darul Huda Bagorejo
2)      Aktifotas pembelajaran di Madrasah Stanawiyah Darul Huda Bagorejo

c.       Documenter
            Tehnik documenter adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil-dalil atau hokum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 2005:181).
1)      Letak geografis di Madrasah Stanawiyah Daurl Huda Bagorejo
2)      Struktur organisasi di Madrasah Stanawiyah Darul Huda Bagorejo
3)      Keadaan jumlah guru di Madrasah Stanawiyah Darul Huda bagorejo
4)      Keadaan jumlah murid di Madrasah Stanawiyah Darul Huda Bagorejo
5)      Keadaan fasilitas pendidikan di Madrasah Stanawiyah Darul Huda Bagorejo

4.      Metode Analisis Data
      Tehnik analisis kualitatif ialah tehnik yang digunakan untuk menganalisa data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang tak berwujud angka-angka, tetapi dalam bentuk atribut-atribut atau simbol-simbolnya (Staifas, 2009:19). Menurut Bogdan dan Biklen dikutip oleh Moleong, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalajn bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih-milihnnya menjadi suatu yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. (2007:248).
      Secra umum sebenarnya proses analisis telah dimulai sejak peneliti menetapkan fokus permasalahan dan lokasi penelitian kemudian menjadi intensif ketika turun kelapangan. Menurut Janice Mcdrury dikutip oleh Moleong langkah-langkah analisis data diantaranya:
a.      Mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.
b.      Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.
c.       Menuliskan metode yang ditemukan (2007:248).



5.      Keabsahan  Data
      Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaruhi dari konsep kesahihan dan tehnik keabsahan data yang memenfaatkan sesuatu yang lain. diluar data itu untuk keperluan atau sebagai bandingan terhadap data itu (Moleong, 2007:330).
      Tehnik trianggulasi sumber: berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh  melalui waktu dan alat yang berdeda. Hal itu dapat dicapai dengan jalan:
a.      Membandingkan data hasil  pengamatan dengan data hasil wawancara.
b.      Membandingkan apa yang dikatan orang depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
c.       Membandingkan keadaan dan persepektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang.
Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2007:331).

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghayalani, Musthafa, 1996. Menggapai Keluhuran Akhlak. Jakarta: Pustaka Amani.
Anwar Rosihin, 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka setia.
Departemen agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung: Jumanatul Ali art.
Danim, Sudarwan, 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka setia.
Daradjat Zakiah, 1992. Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Buah Aksara.
Djamaluddin dan aly, Addullah. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: pustaka Setia.
Ilyas, Yunahar, 2001. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI.
Nata Abudidin, 1996. Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali pers.
Margono, 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Moleong, Lezyi, 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mahjuddin, 2000. Konsep Dasar Pendidikan Akhlak. Jakarta: Kalam Mulia.
Powerdarminto, 2007. Kamus Umum. Jakarta: Balai Pustaka.
Shaleh, Abdul Rahman, 2001. Pendididkan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa. Jakarta: Rajawali Pers.
Uhbiyati, Nur, 2005. Ilmu Pendidikan Islam (IPI,).Bandung: Pustaka Setia.
Zakiy, Abdullah, 2001. Membentuk Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.

kebijakan pemerintah pada PKL



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah Pedagang Kaki lima (PKL) tidak kunjung selesai di setiap daerah di Indonesia. Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus saja berlangsung tanpa ada solusi yang tepat dalam pelaksanaannya. Keberadaan PKL kerap dianggap ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota atau kita kenal dengan istilah 3K. Oleh karena itu PKL seringkali menjadi target utama kebijakan – kebijakan pemerintah kota, seperti penggusuran dan relokasi.
Hal ini merupakan masalah yang sangat kompleks karena akan menghadapi dua sisi dilematis. Pertentangan antara kepentingan hidup dan kepentingan pemerintahan akan berbenturan kuat dan menimbulkan friksi diantara keduanya. Para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang umumnya tidak memiliki keahlian khusus mengharuskan mereka bertahan dalam suatu kondisi yang memprihatinkan, dengan begitu banyak kendala yang harus di hadapi diantaranya kurangnya modal, tempat berjualan yang tidak menentu, kemudian ditambah dengan berbagai aturan seperti adanya Perda yang melarang keberadaan mereka. Melihat kondisi seperti ini, maka seharusnya semua tindakan pemerintah didasarkan atas kepentingan masyarakat atau ditujukan untuk kesejahtraan rakyat atau dalam hal ini harus didasarkan pada asas oportunitas.
Mengingat begitu pentingnya mengetahui kebijakan – kebijakan pemerintah dalam menangani masalah Pedagang Kaki Lima (PKL), serta bagaimana kebijakan – kebijakan tersebut apabila dihubungkan dengan asas oportunitas. Maka makalah yang kami tulis dengan judul “Peran Kebijakan Pemerintah Terhadap Pedagang Kaki Lima”, diharapkan dapat dapat menambah informasi dan pengetahuan yang lebih sesuai dengan judul yang bersangkutan.
1.2 Identifikasi Masalah
Permasalahan yang akan dianalisis oleh penulis adalah:
  1. Apakah yang dimaksud dengan Pedagang Kaki Lima?
  2. Mengapa keberadaan Pedagang Kaki Lima dipermasalahkan pemerintah?
  3. Apa sajakah kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima itu?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
  1. Untuk mendeskripsikan pengertian dari Pedagang Kaki Lima.
  2. Untuk mendeskripsikan alasan dipermasalahkannya Pedagang Kaki Lima oleh pemerintah.
  3. Untuk mendeskripsikan kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima.
1.4 Metode Penulisan
Penelitian di atas dilaksanakan dengan menggunakan metode kepustakaan dan browsing dari internet.
1.5 Manfaat Penulisan
Hasil penulisan di atas dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat luas. Sehingga semakin mengetahui berbagai jenis kurikulum yang pernah dan sampai saat ini masih digunakan di sekolah. Selain itu, hasil penulisan ini dapat menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat luas khususnya mahasiswa tentang kebijakan pemerintah terhadap PKL.
1.6 Sistematika Penulisan

Karya tulis tersusun dalam tiga bab.

Bab I Pendahuluan
A.    Latar belakang masalah
B.     Identifikasi masalah
C.     Tujuan penulisan
D.    Metode penulisan
E.     Kegunaan penulisan
F.      Sistematika penulisan
Bab II Pembahasan
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima
2. Keberadaan Pedagang Kaki Lima dipermasalahkan pemerintah
3. kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menangani Pedagang Kaki Lima

Bab III berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga “kaki” gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.
Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.
Dari hasil penelitian oleh soedjana (1981) secara spesifik yang di maksud pedagang kaki lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk di jual diatas trotoar atau tepi/ di pinggir jalan, di sekitar pusat perbelanjaan /pertokoan,pusat rekreasi atau hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap ataupun tidak menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari.
Dari segi ekonomi tentunya jelas dapat dilihat bahwa dengan adanya PKL dapat diserap tenaga kerja yang dapat membantu pekerja tersebut dalam mendapatkan penghasilan. Dari segi social dapat dilihat jika kita rasakan bahwa keberadaan PKL dapat menghidupkan maupun meramaikan suasana. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri, selain itu dalam segi budaya, PKL membantu suatu kota dalam menciptakan budayanya sendiri.
2.2 Masalah Keberadaan Pedagang Kaki Lima
PKL keberadaannya memang selalu dipermasalahkan oleh pemerintah karena ada beberapa alasan, yaitu diantaranya:
  1. Penggunaan ruang publik oleh PKL bukan untuk fungsi semestinya karena dapat membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri.
  2. PKL membuat tata ruang kota menjadi kacau.
  3. Keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi kota yaitu yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota.
  4. Pencemaran lingkungan yang sering dilakukan oleh PKL.
  5. PKL menyebabkan kerawanan sosial.
  6. Kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat antara pengusaha yang membayar pajak resmi dengan pelaku ekonomi informal yang tidak membayar pajak resmi (walaupun mereka sering membayar ”pajak tidak resmi”), contohnya ada dugaan bahwa pemodal besar dengan berbagai pertimbangan memilih melakukan kegiatan ekonominya secara informal dengan menyebarkan.
Berkembangnya PKL dipicu oleh gagalnya pemerintah membangun ekonomi yang terlihat dari rendah dan lambatnya pertumbuhan ekonomi, tidak berkembangnya usaha –usaha di sektor riil yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran yang sampai saat ini diprediksi kurang lebih 40 juta penduduk sedang menganggur yang menjadi perhatian kita, Seandainya pemerintah punya komitmen yang kuat dalam mensejahterakan masyarakatnya harus menyiapkan dana khusus sebagai jaminan PKL yang digusur untuk memulai usaha baru ditempat lain.Mengingat PKL yang digusur biasanya tanpa ada ganti rugi karena dianggap illegal .Bagaimanapun juga PKL adalah juga warga negara yang harus dilindungi hak-haknya, hak untuk hidup, bebas berkarya , berserikat dan berkumpul. Seperti tercantum dalam UUD 45  Pasal 27 ayat (2): “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan  Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil : “ Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk :. Menentukan  peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima , sertalokasi lainnya. Memberikan  bantuan konsultasi hukum dan pembelaan
2.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Menangani Masalah PKL
Fenomena PKL dan masalah – masalah yang ditimbulkan PKL seperti yang telah diuraikandi atas, dianggap menyulitkan dan menghambat pemerintah untuk mewujudkan sebuah kota yang bersih dan tertib salah satunya, walaupun pemerintah telah membuat kebijakan Perda untuk melarang keberadaan PKL, faktanya jumlah PKL malah semakin banyak. Dan tentu kebijakan Perda tersebut menuai banyak kontra dari para PKL karena kebijakan pemerintah itu dianggap tidak tepat, tidak adil dan merugikan para PKL  Kemudian yang menambah daftar panjang permasalahan PKL ini adalah pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam praktiknya banyak menggunakan kekerasan. Pendekatan kekerasan yang akan dilakukan pemerintah justru akan menjadi boomerang bagi pemerintah itu sendiri, sehingga akan timbul ketidakstabilan, anarkisme dan ketidaktentraman yang dampaknya justru akan menurunkan citra pemerintah sebagai pembuat kebijakan , yang paling menarik menurut kami dari adanya permasalahan PKL ini adalah karena PKL menjadi sebuah dillema tersendiri bagi pemerintah. Di satu sisi PKL sering mengganggu tata ruang kota, disisi lain PKL menjalankan peran sebagai Shadow Economiy. Kita juga harus melihat bahwa PKL memiliki beberapa segi positif, salah satunya adalah memberikan kemudahan mendapatkan barang dengan harga terjangkau. Apabila Indonesia ingin bebas dari PKL maka pemerintah harus memberikan lapangan pekerjaan yang layak dan lebih baik kepada para PKL tersebut, dan juga memberikan alternatif tempat membeli barang dengan harga yang murah khususnya pada warga golongan menengah bawah. Apabila masyarakat dipaksakan untuk membeli barang yang harganya lebih tinggi daripada membeli di PKL maka daya beli masyarakat akan berkurang dan akan merembet pada bidang lain terutama kesehatan dan pendidikan.
Apabila kita berbicara mengenai kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah pasti mempunyai alas hak (aturan hukum) atau didasarkan pada asas legalitas, yaitu bahwa pemerintah tunduk pada undang – undang[1]
Kebijakan publik mempunyai arti serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat[2]
Berbicara  mengenai kebijakan pemerintah berarti di sini adalah segala hal yang diputuskan pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang bersifat mengikat. Dalam proses pembuatan kebijakan terdapat dua model pembuatan, yang bersifat top-down dan bottom-up. Idealnya proses pembuatan kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah.
Kembali pada persolan pertama, bahwa pemerintah dalam hal ini memiliki suatu kebijakan untuk menangani masalah PKL, yaitu suatu kebijakan yang melarang keberadaan PKL dengan dikeluarkannya Perda (Peraturan Daerah). Pemerintah Kota/daerah mengeluarkan kebijakan yang isinya antara lain :[3]
1)      Pedagang Kaki Lima dipindah lokasikan ke tempat yang telah disediakan berupa kios-kios.
2)      Kios kios tersebut disediakan secara gratis.
3)      Setiap kios setiap bulan ditarik retribusi
4)      Bagi Pedagang yang tidak pindah dalam jangka waktu 90 hari setelah keputusan ini dikeluarkan akan dikenakan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan demikian, Pemerintah kota menganggap kebijakan relokasi tersebut merupakan tindakan yang terbaik bagi PKL dan memudahkan PKL. Karena dengan adanya kios – kios yang disediakan pemerintah, pedagang tidak perlu membongkar muat dagangannya. Selain itu, pemerintah juga berjanji akan memperhatikan aspek promosi, pemasaran, bimbingan pelatihan, dan kemudahan modal usaha. Pemerintah merasa telah melakukan hal yang terbaik dan bijaksana dalam menangani keberadaan PKL.
Pemerintah Kota merasa telah melakukan yang terbaik bagi para PKL. Namun, Pasca relokasi tersebut, beberapa pedagang kaki lima yang diwadahi dalam suatu paguyuban melakukan berbagai aksi penolakan terhadap rencana relokasi ini. Kebijakan Relokasi ini tidak dipilih karena adanya asumsi bahwa ada kepentingan dalam kebijakan ini yaitu;
Pertama dalam membuat agenda kebijakannya pemerintah cenderung bertindak sepihak sebagai agen tunggal dalam menyelesaikan persoalan. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak diikut sertakan atau dilibatkannya perwakilan pedagang kaki lima ke dalam tim yang ‘menggodok’ konsep relokasi. Tim relokasi yang selama ini dibentuk oleh Pemerintah hanya terdiri dari Sekretaris Daerah, Asisten Pembangunan, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, serta Dinas Pengelolaan Pasar.
Kedua adanya  perbedaan persepsi dan logika dalam memandang suatu masalah antara pemerintah dengan pedagang kaki lima tanpa disertai adanya proses komunikasi timbal balik diantara keduanya. Dalam proses pembuatan kebijakan, Pemerintah seringkali menggunakan perspektif yang teknokratis, sehingga tidak memberikan ruang terhadap proses negosiasi atau sharing informasi untuk menemukan titik temu antara dua kepentingan yang berbeda. Selama ini, pedagang kaki lima menganggap Pemerintah Kota tidak pernah memberikan rasionalisasi dan sosialisasi atas kebijakan relokasi yang dikeluarkan, sehingga pedagang kaki lima curiga bahwa relokasi tersebut semata-mata hanya untuk keuntungan dan kepentingan Pemerintah Kota atas proyek tamanisasi. Selain itu, tidak adanya sosialisasi tersebut mengakibatkan ketidak jelasan konsep relokasi yang ditawarkan oleh pemerintah, sehingga pedagang kaki lima melakukan penolakan terhadap kebijakan relokasi.


BAB III
PENUTUP
1.      Pemerintah menghadapai suatu tantangan besar untuk mampu membuat kebijakan yang tepat untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima atau yang lebih kita kenal dengan nama PKL. Pemerintah dalam hal ini belum mampu menemukan solusi untuk menghasilkan kebijakan pengelolaan PKL yang bersifat manusiawi dan sekaligus efektif.
2.      PKL yang dianggap illegal, mengganggu ketertiban kota dan alasan – alasan lain yang mengharuskan pemerintah membuat suatu kebijakan melarang keberadaan PKL. Tetapi sebaiknya pemerintah tidak melihat PKL dari satu sisi saja, PKL juga telah memaikan peran sebagai pelaku shadow economy. PKL perlu diberdayakan guna memberikan kesejahteraan yang merata bagi masyarakat. PKL merupakan sebuah wujud kreatifitas masyarakat yang kurang mendapatkan arahan dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan arahan pada mereka, sehingga PKL dapat melangsungkan usahanya tanpa menimbulkan kerugian pada eleman masyarakat yang lainnya.
3.      Melalui Peraturan Daerah yang jelas dan akuntabel maka permasalahan sosial seperti PKL dapat dihindarkan. Dengan adanya kebijakan – kebijakan alternatif yang baik untuk masyarakat (PKL) serta ruang partisipasi yang dibuka seluas – luasnya d, maka akan menimbulkan sinergi yang baik antara pemerintah dengan PKL dalam menghasilkan ataupun melaksanakan sebuah kebijakan. Jadi sebetulnya apapun kebijakan yang dibuat pemerintah, yang paling penting dan mendasar adalah mengenai kesejahtraan rakyat sebagaimana amanat Undang – Undang Dasar 1945 bahwa negara berkepentingan untuk mensejahtrakan rakyat yang dalam hal ini diwakilkan kepada pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
HR, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum
M. Irfan Islamy, ; 2004, Kebijakan Publik, , Jakarta: Universitas Terbuka
http://ocktav-andrian.blogspot.com/2012/10/permasalahan-dari-pedagang-kaki-lima.html



[1] Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2006. Hal .95
[2] M. Irfan Islamy, Kebijakan Publik, Universitas Terbuka, Jakarta; 2004, h. 20
[3] http://ocktav-andrian.blogspot.com/2012/10/permasalahan-dari-pedagang-kaki-lima.html