BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah Pedagang Kaki lima (PKL)
tidak kunjung selesai di setiap daerah di Indonesia. Permasalahan ini muncul
setiap tahun dan terus saja berlangsung tanpa ada solusi yang tepat dalam
pelaksanaannya. Keberadaan PKL kerap dianggap ilegal karena menempati ruang
publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang sebagian besar menekankan aspek
kebersihan, keindahan dan kerapihan kota atau kita kenal dengan istilah 3K.
Oleh karena itu PKL seringkali menjadi target utama kebijakan – kebijakan
pemerintah kota, seperti penggusuran dan relokasi.
Hal ini merupakan masalah yang
sangat kompleks karena akan menghadapi dua sisi dilematis. Pertentangan antara
kepentingan hidup dan kepentingan pemerintahan akan berbenturan kuat dan menimbulkan
friksi diantara keduanya. Para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang umumnya tidak
memiliki keahlian khusus mengharuskan mereka bertahan dalam suatu kondisi yang
memprihatinkan, dengan begitu banyak kendala yang harus di hadapi diantaranya
kurangnya modal, tempat berjualan yang tidak menentu, kemudian ditambah dengan
berbagai aturan seperti adanya Perda yang melarang keberadaan mereka. Melihat
kondisi seperti ini, maka seharusnya semua tindakan pemerintah didasarkan atas
kepentingan masyarakat atau ditujukan untuk kesejahtraan rakyat atau dalam hal
ini harus didasarkan pada asas oportunitas.
Mengingat begitu pentingnya
mengetahui kebijakan – kebijakan pemerintah dalam menangani masalah Pedagang
Kaki Lima (PKL), serta bagaimana kebijakan – kebijakan tersebut apabila
dihubungkan dengan asas oportunitas. Maka makalah yang kami tulis dengan judul “Peran
Kebijakan Pemerintah Terhadap Pedagang Kaki Lima”, diharapkan dapat dapat
menambah informasi dan pengetahuan yang lebih sesuai dengan judul yang
bersangkutan.
1.2 Identifikasi Masalah
Permasalahan yang akan dianalisis oleh penulis adalah:
- Apakah yang dimaksud dengan Pedagang Kaki Lima?
- Mengapa keberadaan Pedagang Kaki Lima dipermasalahkan pemerintah?
- Apa sajakah kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima itu?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
- Untuk mendeskripsikan pengertian dari Pedagang Kaki Lima.
- Untuk mendeskripsikan alasan dipermasalahkannya Pedagang Kaki Lima oleh pemerintah.
- Untuk mendeskripsikan kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima.
1.4 Metode Penulisan
Penelitian di atas dilaksanakan dengan menggunakan
metode kepustakaan dan browsing dari internet.
1.5 Manfaat Penulisan
Hasil penulisan di atas dapat
bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat luas. Sehingga semakin mengetahui
berbagai jenis kurikulum yang pernah dan sampai saat ini masih digunakan di
sekolah. Selain itu, hasil penulisan ini dapat menumbuhkan kesadaran kepada
masyarakat luas khususnya mahasiswa tentang kebijakan pemerintah terhadap PKL.
1.6 Sistematika Penulisan
Karya tulis
tersusun dalam tiga bab.
Bab I Pendahuluan
A. Latar
belakang masalah
B. Identifikasi
masalah
C. Tujuan
penulisan
D. Metode
penulisan
E. Kegunaan
penulisan
F. Sistematika penulisan
Bab II Pembahasan
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima
2. Keberadaan Pedagang Kaki Lima
dipermasalahkan pemerintah
3. kebijakan – kebijakan yang dibuat
pemerintah untuk menangani Pedagang Kaki Lima
Bab III berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima atau disingkat
PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya
ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga “kaki”
gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat
ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.
Sebenarnya istilah kaki lima berasal
dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa
setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan
kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau
sekitar satu setengah meter.
Dari hasil penelitian oleh soedjana (1981) secara spesifik yang di maksud
pedagang kaki lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa
untuk di jual diatas trotoar atau tepi/ di pinggir jalan, di sekitar pusat
perbelanjaan /pertokoan,pusat rekreasi atau hiburan, pusat perkantoran dan
pusat pendidikan, baik secara menetap ataupun tidak menetap, berstatus tidak
resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam
hari.
Dari segi ekonomi tentunya jelas dapat dilihat bahwa dengan adanya PKL
dapat diserap tenaga kerja yang dapat membantu pekerja tersebut dalam
mendapatkan penghasilan. Dari segi social dapat dilihat jika kita rasakan bahwa
keberadaan PKL dapat menghidupkan maupun meramaikan suasana. Hal ini menjadi
daya tarik tersendiri, selain itu dalam segi budaya, PKL membantu suatu kota
dalam menciptakan budayanya sendiri.
2.2 Masalah
Keberadaan
Pedagang Kaki Lima
PKL keberadaannya memang selalu
dipermasalahkan oleh pemerintah karena ada beberapa alasan, yaitu diantaranya:
- Penggunaan ruang publik oleh PKL bukan untuk fungsi semestinya karena dapat membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri.
- PKL membuat tata ruang kota menjadi kacau.
- Keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi kota yaitu yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota.
- Pencemaran lingkungan yang sering dilakukan oleh PKL.
- PKL menyebabkan kerawanan sosial.
- Kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat antara pengusaha yang membayar pajak resmi dengan pelaku ekonomi informal yang tidak membayar pajak resmi (walaupun mereka sering membayar ”pajak tidak resmi”), contohnya ada dugaan bahwa pemodal besar dengan berbagai pertimbangan memilih melakukan kegiatan ekonominya secara informal dengan menyebarkan.
Berkembangnya
PKL dipicu oleh gagalnya pemerintah membangun ekonomi yang terlihat dari rendah
dan lambatnya pertumbuhan ekonomi, tidak berkembangnya usaha –usaha di sektor
riil yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran yang
sampai saat ini diprediksi kurang lebih 40 juta penduduk sedang menganggur yang
menjadi perhatian kita, Seandainya pemerintah punya komitmen yang kuat dalam
mensejahterakan masyarakatnya harus menyiapkan dana khusus sebagai jaminan PKL
yang digusur untuk memulai usaha baru ditempat lain.Mengingat PKL yang digusur
biasanya tanpa ada ganti rugi karena dianggap illegal .Bagaimanapun juga PKL
adalah juga warga negara yang harus dilindungi hak-haknya, hak untuk hidup,
bebas berkarya , berserikat dan berkumpul. Seperti tercantum dalam UUD 45 Pasal 27 ayat (2): “ Tiap-tiap warga
Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”
dan Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang
usaha kecil : “ Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan,
dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk :.
Menentukan peruntukan tempat usaha yang
meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra
industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi
yang wajar bagi pedagang kaki lima , sertalokasi lainnya. Memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan
2.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Menangani Masalah PKL
Fenomena PKL dan masalah – masalah
yang ditimbulkan PKL seperti yang telah diuraikandi atas, dianggap menyulitkan
dan menghambat pemerintah untuk mewujudkan sebuah kota yang bersih dan tertib
salah satunya, walaupun pemerintah telah membuat kebijakan Perda untuk melarang
keberadaan PKL, faktanya jumlah PKL malah semakin banyak. Dan tentu kebijakan
Perda tersebut menuai banyak kontra dari para PKL karena kebijakan pemerintah
itu dianggap tidak tepat, tidak adil dan merugikan para PKL Kemudian yang
menambah daftar panjang permasalahan PKL ini adalah pendekatan yang dilakukan
pemerintah dalam praktiknya banyak menggunakan kekerasan. Pendekatan kekerasan
yang akan dilakukan pemerintah justru akan menjadi boomerang bagi
pemerintah itu sendiri, sehingga akan timbul ketidakstabilan, anarkisme dan
ketidaktentraman yang dampaknya justru akan menurunkan citra pemerintah sebagai
pembuat kebijakan , yang paling menarik menurut kami dari adanya permasalahan
PKL ini adalah karena PKL menjadi sebuah dillema tersendiri bagi pemerintah. Di
satu sisi PKL sering mengganggu tata ruang kota, disisi lain PKL menjalankan
peran sebagai Shadow Economiy. Kita juga harus melihat bahwa PKL
memiliki beberapa segi positif, salah satunya adalah memberikan kemudahan
mendapatkan barang dengan harga terjangkau. Apabila Indonesia ingin bebas dari
PKL maka pemerintah harus memberikan lapangan pekerjaan yang layak dan lebih
baik kepada para PKL tersebut, dan juga memberikan alternatif tempat membeli
barang dengan harga yang murah khususnya pada warga golongan menengah bawah.
Apabila masyarakat dipaksakan untuk membeli barang yang harganya lebih tinggi
daripada membeli di PKL maka daya beli masyarakat akan berkurang dan akan
merembet pada bidang lain terutama kesehatan dan pendidikan.
Apabila kita berbicara mengenai
kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah pasti mempunyai alas hak (aturan
hukum) atau didasarkan pada asas legalitas, yaitu bahwa pemerintah tunduk pada
undang – undang[1]
Kebijakan
publik mempunyai arti serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan
atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi
pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat[2]
Berbicara mengenai kebijakan pemerintah berarti di sini
adalah segala hal yang diputuskan pemerintah. Definisi ini menunjukkan
bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang bersifat
mengikat. Dalam proses pembuatan kebijakan terdapat dua model pembuatan, yang
bersifat top-down dan bottom-up. Idealnya proses pembuatan
kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah. Sehingga kebijakan
tidak bersifat satu arah.
Kembali pada persolan pertama, bahwa
pemerintah dalam hal ini memiliki suatu kebijakan untuk menangani masalah PKL,
yaitu suatu kebijakan yang melarang keberadaan PKL dengan dikeluarkannya Perda
(Peraturan Daerah). Pemerintah Kota/daerah mengeluarkan kebijakan yang isinya
antara lain :[3]
1) Pedagang
Kaki Lima dipindah lokasikan ke tempat yang telah disediakan berupa kios-kios.
2) Kios kios
tersebut disediakan secara gratis.
3) Setiap kios
setiap bulan ditarik retribusi
4) Bagi
Pedagang yang tidak pindah dalam jangka waktu 90 hari setelah keputusan ini
dikeluarkan akan dikenakan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan demikian, Pemerintah kota menganggap kebijakan
relokasi tersebut merupakan tindakan yang terbaik bagi PKL dan memudahkan PKL.
Karena dengan adanya kios – kios yang disediakan pemerintah, pedagang tidak perlu
membongkar muat dagangannya. Selain itu, pemerintah juga berjanji akan
memperhatikan aspek promosi, pemasaran, bimbingan pelatihan, dan kemudahan
modal usaha. Pemerintah merasa telah melakukan hal yang terbaik dan bijaksana
dalam menangani keberadaan PKL.
Pemerintah Kota merasa telah melakukan yang terbaik
bagi para PKL. Namun, Pasca relokasi tersebut, beberapa pedagang kaki lima yang
diwadahi dalam suatu paguyuban melakukan berbagai aksi penolakan terhadap
rencana relokasi ini. Kebijakan Relokasi ini tidak dipilih karena adanya asumsi
bahwa ada kepentingan dalam kebijakan ini yaitu;
Pertama dalam membuat agenda kebijakannya pemerintah
cenderung bertindak sepihak sebagai agen tunggal dalam menyelesaikan persoalan.
Hal tersebut dapat dilihat dari tidak diikut sertakan atau dilibatkannya
perwakilan pedagang kaki lima ke dalam tim yang ‘menggodok’ konsep relokasi.
Tim relokasi yang selama ini dibentuk oleh Pemerintah hanya terdiri dari
Sekretaris Daerah, Asisten Pembangunan, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan,
dan Koperasi, serta Dinas Pengelolaan Pasar.
Kedua adanya
perbedaan persepsi dan logika dalam memandang suatu masalah antara
pemerintah dengan pedagang kaki lima tanpa disertai adanya proses komunikasi
timbal balik diantara keduanya. Dalam proses pembuatan kebijakan, Pemerintah
seringkali menggunakan perspektif yang teknokratis, sehingga tidak memberikan
ruang terhadap proses negosiasi atau sharing informasi untuk menemukan titik
temu antara dua kepentingan yang berbeda. Selama ini, pedagang kaki lima
menganggap Pemerintah Kota tidak pernah memberikan rasionalisasi dan
sosialisasi atas kebijakan relokasi yang dikeluarkan, sehingga pedagang kaki
lima curiga bahwa relokasi tersebut semata-mata hanya untuk keuntungan dan
kepentingan Pemerintah Kota atas proyek tamanisasi. Selain itu, tidak adanya
sosialisasi tersebut mengakibatkan ketidak jelasan konsep relokasi yang
ditawarkan oleh pemerintah, sehingga pedagang kaki lima melakukan penolakan
terhadap kebijakan relokasi.
BAB III
PENUTUP
1. Pemerintah
menghadapai suatu tantangan besar untuk mampu membuat kebijakan yang tepat
untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima atau yang lebih kita kenal dengan
nama PKL. Pemerintah dalam hal ini belum mampu menemukan solusi untuk
menghasilkan kebijakan pengelolaan PKL yang bersifat manusiawi dan sekaligus
efektif.
2. PKL yang
dianggap illegal, mengganggu ketertiban kota dan alasan – alasan lain yang
mengharuskan pemerintah membuat suatu kebijakan melarang keberadaan PKL. Tetapi
sebaiknya pemerintah tidak melihat PKL dari satu sisi saja, PKL juga telah
memaikan peran sebagai pelaku shadow economy. PKL perlu diberdayakan
guna memberikan kesejahteraan yang merata bagi masyarakat. PKL merupakan sebuah
wujud kreatifitas masyarakat yang kurang mendapatkan arahan dari pemerintah.
Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan arahan pada mereka, sehingga PKL
dapat melangsungkan usahanya tanpa menimbulkan kerugian pada eleman masyarakat
yang lainnya.
3. Melalui
Peraturan Daerah yang jelas dan akuntabel maka permasalahan sosial seperti PKL
dapat dihindarkan. Dengan adanya kebijakan – kebijakan alternatif yang baik
untuk masyarakat (PKL) serta ruang partisipasi yang dibuka seluas – luasnya d,
maka akan menimbulkan sinergi yang baik antara pemerintah dengan PKL dalam
menghasilkan ataupun melaksanakan sebuah kebijakan. Jadi sebetulnya apapun
kebijakan yang dibuat pemerintah, yang paling penting dan mendasar adalah
mengenai kesejahtraan rakyat sebagaimana amanat Undang – Undang Dasar 1945
bahwa negara berkepentingan untuk mensejahtrakan rakyat yang dalam hal ini
diwakilkan kepada pemerintah.
DAFTAR
PUSTAKA
HR, Ridwan.
2006. Hukum Administrasi Negara.
Jakarta: PT Raja Grafindo.
Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 8 Tahun 2007 Tentang
Ketertiban Umum
M. Irfan
Islamy,
; 2004, Kebijakan Publik, , Jakarta: Universitas
Terbuka
http://ocktav-andrian.blogspot.com/2012/10/permasalahan-dari-pedagang-kaki-lima.html
KABAR BAIK
BalasHapusPertama saya ingin mengatakan jika Anda takut akan berhasil, Anda tidak akan berhasil bahkan jika kesempatan datang murah dan gratis, itu semua dimulai pada malam yang dingin sementara di tempat tidur saya pergi melalui internet hanya untuk lelah sehingga saya bisa tidur setelah lama hari di bank mencoba untuk mengamankan pinjaman dengan rumah saya dari bank HSBC di pekanbaru bagi mereka yang mungkin tahu bank ini, saya mencoba dan setelah dokumentasi saya diberitahu untuk kembali dalam waktu 30 hari yang bagi saya seperti selamanya jadi sementara pada saya ranjang memikirkan tindakan saya berikutnya, saya menemukan cerita tertentu tentang cara mendapatkan pinjaman dan pada tingkat yang sangat rendah 2% dengan nama-nama perusahaan sebagai perusahaan pinjaman Rossa Stanley saya bertanya-tanya apakah itu nyata sehingga saya menyelidiki lebih jauh dan datang di seorang wanita bernama Nadia Sisworo bersaksi bagaimana dia mendapatkan pinjaman dengan rincian banknya semua ditampilkan jadi saya mengirim email dan kami berbicara, kami mengobrol dan dia meminta saya untuk menghubungi perusahaan ibu rossa bahwa jika rumah saya nyata dan identitas saya mungkin beruntung mendapatkan pinjaman jadi saya mengirim email ke ibu Rossastanleyloancompany@gmail.com tentang kondisi saya dan formulir pinjaman diberikan, saya mengisi dan mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp350.000,00, dan sisanya untuk Kemuliaan Allah, saya mendapat pinjaman dari perusahaan induk rossa, jadi orang yang saya sayangi jika Anda memiliki beban keuangan yang tulus atau ingin mengembangkan bisnis Anda jangan ragu untuk bertemu ibu rossa untuk bantuan saya yakin Rp350.000.000,00 sudah cukup untuk meninggalkan kemiskinan dan bahagia selamanya seperti saya jika Anda masih ragu-ragu biaya untuk menelepon atau WhatsApp saya di +6282385590743 atau menulis saya di hadiemi64@gmail.com dan saya akan membuktikan kepada Anda ibu nyata