Selasa, 19 Maret 2013

kebijakan pemerintah pada PKL



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah Pedagang Kaki lima (PKL) tidak kunjung selesai di setiap daerah di Indonesia. Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus saja berlangsung tanpa ada solusi yang tepat dalam pelaksanaannya. Keberadaan PKL kerap dianggap ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota atau kita kenal dengan istilah 3K. Oleh karena itu PKL seringkali menjadi target utama kebijakan – kebijakan pemerintah kota, seperti penggusuran dan relokasi.
Hal ini merupakan masalah yang sangat kompleks karena akan menghadapi dua sisi dilematis. Pertentangan antara kepentingan hidup dan kepentingan pemerintahan akan berbenturan kuat dan menimbulkan friksi diantara keduanya. Para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang umumnya tidak memiliki keahlian khusus mengharuskan mereka bertahan dalam suatu kondisi yang memprihatinkan, dengan begitu banyak kendala yang harus di hadapi diantaranya kurangnya modal, tempat berjualan yang tidak menentu, kemudian ditambah dengan berbagai aturan seperti adanya Perda yang melarang keberadaan mereka. Melihat kondisi seperti ini, maka seharusnya semua tindakan pemerintah didasarkan atas kepentingan masyarakat atau ditujukan untuk kesejahtraan rakyat atau dalam hal ini harus didasarkan pada asas oportunitas.
Mengingat begitu pentingnya mengetahui kebijakan – kebijakan pemerintah dalam menangani masalah Pedagang Kaki Lima (PKL), serta bagaimana kebijakan – kebijakan tersebut apabila dihubungkan dengan asas oportunitas. Maka makalah yang kami tulis dengan judul “Peran Kebijakan Pemerintah Terhadap Pedagang Kaki Lima”, diharapkan dapat dapat menambah informasi dan pengetahuan yang lebih sesuai dengan judul yang bersangkutan.
1.2 Identifikasi Masalah
Permasalahan yang akan dianalisis oleh penulis adalah:
  1. Apakah yang dimaksud dengan Pedagang Kaki Lima?
  2. Mengapa keberadaan Pedagang Kaki Lima dipermasalahkan pemerintah?
  3. Apa sajakah kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima itu?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
  1. Untuk mendeskripsikan pengertian dari Pedagang Kaki Lima.
  2. Untuk mendeskripsikan alasan dipermasalahkannya Pedagang Kaki Lima oleh pemerintah.
  3. Untuk mendeskripsikan kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima.
1.4 Metode Penulisan
Penelitian di atas dilaksanakan dengan menggunakan metode kepustakaan dan browsing dari internet.
1.5 Manfaat Penulisan
Hasil penulisan di atas dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat luas. Sehingga semakin mengetahui berbagai jenis kurikulum yang pernah dan sampai saat ini masih digunakan di sekolah. Selain itu, hasil penulisan ini dapat menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat luas khususnya mahasiswa tentang kebijakan pemerintah terhadap PKL.
1.6 Sistematika Penulisan

Karya tulis tersusun dalam tiga bab.

Bab I Pendahuluan
A.    Latar belakang masalah
B.     Identifikasi masalah
C.     Tujuan penulisan
D.    Metode penulisan
E.     Kegunaan penulisan
F.      Sistematika penulisan
Bab II Pembahasan
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima
2. Keberadaan Pedagang Kaki Lima dipermasalahkan pemerintah
3. kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menangani Pedagang Kaki Lima

Bab III berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga “kaki” gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.
Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.
Dari hasil penelitian oleh soedjana (1981) secara spesifik yang di maksud pedagang kaki lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk di jual diatas trotoar atau tepi/ di pinggir jalan, di sekitar pusat perbelanjaan /pertokoan,pusat rekreasi atau hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap ataupun tidak menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari.
Dari segi ekonomi tentunya jelas dapat dilihat bahwa dengan adanya PKL dapat diserap tenaga kerja yang dapat membantu pekerja tersebut dalam mendapatkan penghasilan. Dari segi social dapat dilihat jika kita rasakan bahwa keberadaan PKL dapat menghidupkan maupun meramaikan suasana. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri, selain itu dalam segi budaya, PKL membantu suatu kota dalam menciptakan budayanya sendiri.
2.2 Masalah Keberadaan Pedagang Kaki Lima
PKL keberadaannya memang selalu dipermasalahkan oleh pemerintah karena ada beberapa alasan, yaitu diantaranya:
  1. Penggunaan ruang publik oleh PKL bukan untuk fungsi semestinya karena dapat membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri.
  2. PKL membuat tata ruang kota menjadi kacau.
  3. Keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi kota yaitu yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota.
  4. Pencemaran lingkungan yang sering dilakukan oleh PKL.
  5. PKL menyebabkan kerawanan sosial.
  6. Kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat antara pengusaha yang membayar pajak resmi dengan pelaku ekonomi informal yang tidak membayar pajak resmi (walaupun mereka sering membayar ”pajak tidak resmi”), contohnya ada dugaan bahwa pemodal besar dengan berbagai pertimbangan memilih melakukan kegiatan ekonominya secara informal dengan menyebarkan.
Berkembangnya PKL dipicu oleh gagalnya pemerintah membangun ekonomi yang terlihat dari rendah dan lambatnya pertumbuhan ekonomi, tidak berkembangnya usaha –usaha di sektor riil yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran yang sampai saat ini diprediksi kurang lebih 40 juta penduduk sedang menganggur yang menjadi perhatian kita, Seandainya pemerintah punya komitmen yang kuat dalam mensejahterakan masyarakatnya harus menyiapkan dana khusus sebagai jaminan PKL yang digusur untuk memulai usaha baru ditempat lain.Mengingat PKL yang digusur biasanya tanpa ada ganti rugi karena dianggap illegal .Bagaimanapun juga PKL adalah juga warga negara yang harus dilindungi hak-haknya, hak untuk hidup, bebas berkarya , berserikat dan berkumpul. Seperti tercantum dalam UUD 45  Pasal 27 ayat (2): “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan  Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil : “ Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk :. Menentukan  peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima , sertalokasi lainnya. Memberikan  bantuan konsultasi hukum dan pembelaan
2.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Menangani Masalah PKL
Fenomena PKL dan masalah – masalah yang ditimbulkan PKL seperti yang telah diuraikandi atas, dianggap menyulitkan dan menghambat pemerintah untuk mewujudkan sebuah kota yang bersih dan tertib salah satunya, walaupun pemerintah telah membuat kebijakan Perda untuk melarang keberadaan PKL, faktanya jumlah PKL malah semakin banyak. Dan tentu kebijakan Perda tersebut menuai banyak kontra dari para PKL karena kebijakan pemerintah itu dianggap tidak tepat, tidak adil dan merugikan para PKL  Kemudian yang menambah daftar panjang permasalahan PKL ini adalah pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam praktiknya banyak menggunakan kekerasan. Pendekatan kekerasan yang akan dilakukan pemerintah justru akan menjadi boomerang bagi pemerintah itu sendiri, sehingga akan timbul ketidakstabilan, anarkisme dan ketidaktentraman yang dampaknya justru akan menurunkan citra pemerintah sebagai pembuat kebijakan , yang paling menarik menurut kami dari adanya permasalahan PKL ini adalah karena PKL menjadi sebuah dillema tersendiri bagi pemerintah. Di satu sisi PKL sering mengganggu tata ruang kota, disisi lain PKL menjalankan peran sebagai Shadow Economiy. Kita juga harus melihat bahwa PKL memiliki beberapa segi positif, salah satunya adalah memberikan kemudahan mendapatkan barang dengan harga terjangkau. Apabila Indonesia ingin bebas dari PKL maka pemerintah harus memberikan lapangan pekerjaan yang layak dan lebih baik kepada para PKL tersebut, dan juga memberikan alternatif tempat membeli barang dengan harga yang murah khususnya pada warga golongan menengah bawah. Apabila masyarakat dipaksakan untuk membeli barang yang harganya lebih tinggi daripada membeli di PKL maka daya beli masyarakat akan berkurang dan akan merembet pada bidang lain terutama kesehatan dan pendidikan.
Apabila kita berbicara mengenai kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah pasti mempunyai alas hak (aturan hukum) atau didasarkan pada asas legalitas, yaitu bahwa pemerintah tunduk pada undang – undang[1]
Kebijakan publik mempunyai arti serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat[2]
Berbicara  mengenai kebijakan pemerintah berarti di sini adalah segala hal yang diputuskan pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang bersifat mengikat. Dalam proses pembuatan kebijakan terdapat dua model pembuatan, yang bersifat top-down dan bottom-up. Idealnya proses pembuatan kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah.
Kembali pada persolan pertama, bahwa pemerintah dalam hal ini memiliki suatu kebijakan untuk menangani masalah PKL, yaitu suatu kebijakan yang melarang keberadaan PKL dengan dikeluarkannya Perda (Peraturan Daerah). Pemerintah Kota/daerah mengeluarkan kebijakan yang isinya antara lain :[3]
1)      Pedagang Kaki Lima dipindah lokasikan ke tempat yang telah disediakan berupa kios-kios.
2)      Kios kios tersebut disediakan secara gratis.
3)      Setiap kios setiap bulan ditarik retribusi
4)      Bagi Pedagang yang tidak pindah dalam jangka waktu 90 hari setelah keputusan ini dikeluarkan akan dikenakan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan demikian, Pemerintah kota menganggap kebijakan relokasi tersebut merupakan tindakan yang terbaik bagi PKL dan memudahkan PKL. Karena dengan adanya kios – kios yang disediakan pemerintah, pedagang tidak perlu membongkar muat dagangannya. Selain itu, pemerintah juga berjanji akan memperhatikan aspek promosi, pemasaran, bimbingan pelatihan, dan kemudahan modal usaha. Pemerintah merasa telah melakukan hal yang terbaik dan bijaksana dalam menangani keberadaan PKL.
Pemerintah Kota merasa telah melakukan yang terbaik bagi para PKL. Namun, Pasca relokasi tersebut, beberapa pedagang kaki lima yang diwadahi dalam suatu paguyuban melakukan berbagai aksi penolakan terhadap rencana relokasi ini. Kebijakan Relokasi ini tidak dipilih karena adanya asumsi bahwa ada kepentingan dalam kebijakan ini yaitu;
Pertama dalam membuat agenda kebijakannya pemerintah cenderung bertindak sepihak sebagai agen tunggal dalam menyelesaikan persoalan. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak diikut sertakan atau dilibatkannya perwakilan pedagang kaki lima ke dalam tim yang ‘menggodok’ konsep relokasi. Tim relokasi yang selama ini dibentuk oleh Pemerintah hanya terdiri dari Sekretaris Daerah, Asisten Pembangunan, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, serta Dinas Pengelolaan Pasar.
Kedua adanya  perbedaan persepsi dan logika dalam memandang suatu masalah antara pemerintah dengan pedagang kaki lima tanpa disertai adanya proses komunikasi timbal balik diantara keduanya. Dalam proses pembuatan kebijakan, Pemerintah seringkali menggunakan perspektif yang teknokratis, sehingga tidak memberikan ruang terhadap proses negosiasi atau sharing informasi untuk menemukan titik temu antara dua kepentingan yang berbeda. Selama ini, pedagang kaki lima menganggap Pemerintah Kota tidak pernah memberikan rasionalisasi dan sosialisasi atas kebijakan relokasi yang dikeluarkan, sehingga pedagang kaki lima curiga bahwa relokasi tersebut semata-mata hanya untuk keuntungan dan kepentingan Pemerintah Kota atas proyek tamanisasi. Selain itu, tidak adanya sosialisasi tersebut mengakibatkan ketidak jelasan konsep relokasi yang ditawarkan oleh pemerintah, sehingga pedagang kaki lima melakukan penolakan terhadap kebijakan relokasi.


BAB III
PENUTUP
1.      Pemerintah menghadapai suatu tantangan besar untuk mampu membuat kebijakan yang tepat untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima atau yang lebih kita kenal dengan nama PKL. Pemerintah dalam hal ini belum mampu menemukan solusi untuk menghasilkan kebijakan pengelolaan PKL yang bersifat manusiawi dan sekaligus efektif.
2.      PKL yang dianggap illegal, mengganggu ketertiban kota dan alasan – alasan lain yang mengharuskan pemerintah membuat suatu kebijakan melarang keberadaan PKL. Tetapi sebaiknya pemerintah tidak melihat PKL dari satu sisi saja, PKL juga telah memaikan peran sebagai pelaku shadow economy. PKL perlu diberdayakan guna memberikan kesejahteraan yang merata bagi masyarakat. PKL merupakan sebuah wujud kreatifitas masyarakat yang kurang mendapatkan arahan dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan arahan pada mereka, sehingga PKL dapat melangsungkan usahanya tanpa menimbulkan kerugian pada eleman masyarakat yang lainnya.
3.      Melalui Peraturan Daerah yang jelas dan akuntabel maka permasalahan sosial seperti PKL dapat dihindarkan. Dengan adanya kebijakan – kebijakan alternatif yang baik untuk masyarakat (PKL) serta ruang partisipasi yang dibuka seluas – luasnya d, maka akan menimbulkan sinergi yang baik antara pemerintah dengan PKL dalam menghasilkan ataupun melaksanakan sebuah kebijakan. Jadi sebetulnya apapun kebijakan yang dibuat pemerintah, yang paling penting dan mendasar adalah mengenai kesejahtraan rakyat sebagaimana amanat Undang – Undang Dasar 1945 bahwa negara berkepentingan untuk mensejahtrakan rakyat yang dalam hal ini diwakilkan kepada pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
HR, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum
M. Irfan Islamy, ; 2004, Kebijakan Publik, , Jakarta: Universitas Terbuka
http://ocktav-andrian.blogspot.com/2012/10/permasalahan-dari-pedagang-kaki-lima.html



[1] Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2006. Hal .95
[2] M. Irfan Islamy, Kebijakan Publik, Universitas Terbuka, Jakarta; 2004, h. 20
[3] http://ocktav-andrian.blogspot.com/2012/10/permasalahan-dari-pedagang-kaki-lima.html

1 komentar:

  1. KABAR BAIK
    Pertama saya ingin mengatakan jika Anda takut akan berhasil, Anda tidak akan berhasil bahkan jika kesempatan datang murah dan gratis, itu semua dimulai pada malam yang dingin sementara di tempat tidur saya pergi melalui internet hanya untuk lelah sehingga saya bisa tidur setelah lama hari di bank mencoba untuk mengamankan pinjaman dengan rumah saya dari bank HSBC di pekanbaru bagi mereka yang mungkin tahu bank ini, saya mencoba dan setelah dokumentasi saya diberitahu untuk kembali dalam waktu 30 hari yang bagi saya seperti selamanya jadi sementara pada saya ranjang memikirkan tindakan saya berikutnya, saya menemukan cerita tertentu tentang cara mendapatkan pinjaman dan pada tingkat yang sangat rendah 2% dengan nama-nama perusahaan sebagai perusahaan pinjaman Rossa Stanley saya bertanya-tanya apakah itu nyata sehingga saya menyelidiki lebih jauh dan datang di seorang wanita bernama Nadia Sisworo bersaksi bagaimana dia mendapatkan pinjaman dengan rincian banknya semua ditampilkan jadi saya mengirim email dan kami berbicara, kami mengobrol dan dia meminta saya untuk menghubungi perusahaan ibu rossa bahwa jika rumah saya nyata dan identitas saya mungkin beruntung mendapatkan pinjaman jadi saya mengirim email ke ibu Rossastanleyloancompany@gmail.com tentang kondisi saya dan formulir pinjaman diberikan, saya mengisi dan mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp350.000,00, dan sisanya untuk Kemuliaan Allah, saya mendapat pinjaman dari perusahaan induk rossa, jadi orang yang saya sayangi jika Anda memiliki beban keuangan yang tulus atau ingin mengembangkan bisnis Anda jangan ragu untuk bertemu ibu rossa untuk bantuan saya yakin Rp350.000.000,00 sudah cukup untuk meninggalkan kemiskinan dan bahagia selamanya seperti saya jika Anda masih ragu-ragu biaya untuk menelepon atau WhatsApp saya di +6282385590743 atau menulis saya di hadiemi64@gmail.com dan saya akan membuktikan kepada Anda ibu nyata

    BalasHapus