Selasa, 18 November 2014

Belajar Tuntas (makalah)



BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Salah satu di antara masalah besar yang ada dalam pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain yang ada adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered), yaitu guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata pelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, dan belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.
Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal peserta didik di dalam merancang strategi dan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual.
Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif peserta didik, inti persoalannya adalah pada masalah “ketuntasan belajar” yakni pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah ketuntasan belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terutama mereka yang mengalami kesulitan belajar.
Maka dari itu diperlukan adanya pendekatan pembelajaran tuntas, yaitu salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu.

B.      RUMUSAN MASALAH
Masalah adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan agar tercapainya tujuan dengan hasil yang maksimal.
Dalam makalah ini, masalah yang akan dipecahkan adalah:
1.      Bagamaina pengertian, asumsi dasar, dan konsep belajar tuntas?
2.      Bagaimana indikator pelaksanaan pembelajaran tuntas?

C.      TUJUAN PENULISAN
Tujuan merupakan langkah pertama dalam proses mencapai kesuksesan, dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian, asumsi dasar, dan konsep belajar tuntas.
2.      Untuk mengetahui indikator pelaksanaan pembelajaran tuntas.










BAB II
PEMBAHASAN

1.    Pengertian, Asumsi Dasar, dan Konsep Belajar Tuntas
a.      Pengertian Belajar Tuntas
Belajar Tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik untuk menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu.
Belajar Tuntas merupakan filosofi pembelajaran yang berdasar pada anggapan bahwa semua peserta didik dapat belajar bila diberi waktu yang cukup dan kesempatan belajar yang memadai. Selain itu, dipercayai bahwa peserta didik dapat mencapai penguasaan akan suatu materi bila standar kurikulum dirumuskan dan dinyatakan dengan jelas, penilaian mengukur kemajuan peserta didik dalam suatu materi dengan tepat, dan pembelajaran yang berlangsung sesuai dengan kurikulum. Dalam metoda belajar tuntas, peserta didik tidak diperkenankan untuk berpindah dari pembelajaran yang sedang dikerjakan ke tujuan belajar selanjutnya bila ia belum menunjukkan kecakapan dalam materi sebelumnya.
Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan secara sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajarn yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam belajar tuntas, tujuan pembelajaran diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu, dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya.


b.      Asumsi Dasar Belajar Tuntas
Belajar tuntas berdasar pada beberapa premis, diantaranya:
·         Semua individu dapat belajar
·         Orang belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda
·         Dalam kondisi belajar yang memadai, dampak dari perbedaan individu hampir tidak ada
·         Kesalahan belajar yang tidak dikoreksi menjadi sumber utama kesulitan belajar.
Sementara kurikulum belajar tuntas biasanya terdiri dari beberapa topik berbeda yang mulai dipelajari oleh para peserta didik secara bersamaan. Peserta didik yang tidak menyelesaikan suatu kompetensi dengan memuaskan diberi pembelajaran tambahan sampai mereka berhasil. Sedangkan peserta didik yang menguasai kompetensi tersebut lebih cepat akan dilibatkan dalam kegiatan pengayaan sampai semua peserta didik dalam kelas tersebut bisa melanjutkan ke kompetensi berikutnya secara bersama-sama. Dalam lingkungan belajar tuntas, guru melakukan berbagai teknik pembelajaran, dengan pemberian umpan balik yang banyak dan spesifik menggunakan tes diagnostik, tes formatif, dan pengoreksian kesalahan selama belajar. Tes yang digunakan di dalam metoda ini adalah tes berdasarkan acuan kriteria dan bukan atas acuan norma.
Belajar tuntas tidak berhubungan dengan isi topik, melainkan hanya dengan proses penguasaannya. Metoda ini berdasar pada model yang dibuat oleh Benjamin S. Bloom, dengan penyempurnaan oleh James H. Block. Belajar tuntas dapat dilakukan melalui pembelajaran kelas oleh guru, tutorial satu per satu, atau belajar mandiri dengan menggunakan materi terprogram. Dapat dilakukan menggunakan pembelajaran guru secara langsung, kerjasama dengan teman sekelas, atau belajar sendiri. Di dalamnya diperlukan tujuan pembelajaran yang terumuskan dengan baik dan disusun menjadi unit-unit kecil secara berurutan.
Jika dilihat dalam pembelajaran konvensional, bakat (aptitude) peserta didik tersebar secara normal. Jika kepada mereka diberikan kesempatan belajar yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dengan tingkat penguasaan adalah tinggi.
Sebaliknya, apabila bakat peserta didik tersebar secara normal, dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yang sama untuk setiap peserta didik, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka akan besar kemungkinannya bahwa peserta didik yang dapat mencapai penguasaan kompetensi akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.

c.       Konsep Belajar Tuntas
Konsep Belajar Tuntas sebagai cara belajar mengajar sangat menguntungkan bagi peserta didik karena setiap peserta didik dapat dikembangkan secara optimal.
Konsep Belajar Tuntas adalah suatu sistem belajar yang menginginkan sebagian besar peserta didik dapat menguasai tujuan pembelajaran secara tuntas.
Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati mengemukakan bahwa ”belajar tuntas adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara perorangan maupun kelompok sehingga apa yang dipelajari peserta didik dapat tercapai semua”.
Sementara menurut Suryosubroto, belajar tuntas adalah suatu filsafat yang mengatakan bahwa dengan sistem pengajaran yang tepat semua peserta didik dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Kunandar dalam bukunya yang berjudul Guru Profesional (implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan/KTSP dan persiapan menghadapi sertifikasi Guru) mengatakan bahwa “ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator adalah 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk mencapai ketuntasan ideal.”
Ada 2 (dua) konsep belajar tuntas dalam pembelajaran, yaitu:
1)      Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik untuk menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik diberikan waktu yang sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinannya bagi peserta didik untuk mencapai tingkat penguasaan kompetensi secara optimal. Tetapi jika peserta didik tidak diberi waktu yang cukup atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum bisa optimal.
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar, dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.

2)      Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dalam KTSP adalah sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran. Hal ini memang sama dengan yang ada pada KBK, karena pada dasarnya baik KBK maupun KTSP memilki tujuan yang sama terhadap kemajuan dunia pendidikan di Indonesia, yaitu sama-sama bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia indonesia yang berkompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsa, berbudi pekerti yang luhur, serta bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Akan tetapi di dalam pembelajaran tuntas terdapat perbedaan karakteristik pada keduanya, yaitu:
Kalau pembelajaran tuntas pada KBK, penyampaian pembelajarannya dilakukan dengan pendekatan dan metode yang bervariasi. Sedangkan pembelajaran tuntas pada KTSP, penyampaian pembelajarannya dilakukan hanya dengan beberapa pendekatan dan metode tertentu saja.

Berdasarkan uraian di atas, dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran kemampuan peserta didik dalam penelitian ini disesuaikan dengan pelaksanaan belajar tuntas, yaitu adanya program perbaikan/program remedial, yakni jika peserta didik belum mencapai ketuntasan yang ditetapkan, maka peserta didik diberi program perbaikan sampai mencapai ketuntasan. Sementara bagi peserta didik yang sudah mencapai ketuntasan akan dilibatkan dalam kegiatan pengayaan sampai semua peserta didik dalam kelas tersebut bisa melanjutkan ke kompetensi berikutnya secara bersama-sama.

2.    Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas
a.      Metode Pembelajaran
Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal.
Adapun langkah-langkahnya adalah :
·         mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),
·         membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,
·         mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.
Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.
Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996).

b.      Peranan Guru
Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek belajar.
Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:
·         Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.
·         Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.
·         Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi
·         Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik
·         Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif)
·         Menggunakan teknik diagnostik
·         Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan

c.       Peranan Peserta Didik
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.

d.      Evaluasi
Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam proses belajar mengajar ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa yang membuat peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.
Asumsi dasarnya adalah:
·         bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,
·         standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003)
Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:
·         Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar
·         Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)
·         Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan program pengayaan.
·         Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor
·         Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner, dsb.
Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah.






BAB III
PENUTUPAN

Kesimpulan
Belajar Tuntas merupakan filosofi pembelajaran yang berdasar pada anggapan bahwa semua peserta didik dapat belajar bila diberi waktu yang cukup dan kesempatan belajar yang memadai.
Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian kompetensi dasar (KD) tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai, pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Maka dari itu dalam pembelajaran mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.











DAFTAR PUSTAKA

Alifuddin, MM. 2012. Reformasi Pendidikan (Strategi Inovatif Peningkatan Mutu Pendidikan. Jakarta: MAGNAScript Publishing.
Miftah, Zainul. 2011. Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Bimbingan & Konseling. Surabaya: Gena Pratama Pustaka.
Suyono. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Depdiknas. 2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar