Selasa, 18 November 2014

makalah KBK



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
    Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Vomor 232/U/2000 Mail menetapkan Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan struktur kurikulum. berdasarkan tujuan belajar (1) Learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be. Bersasarkan pemikiran tentang tujuan belajar tersebut maka mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi dibagi atas 5 kelompok yaitu: (1) Mata. kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah Keilmuan Dan Ketrampilan (MKK) (3) Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).
            Dalam Ketentuan Umum (7.8,9.10,11) dikemukakan deskripsi setiap kelompok mata kuliah dalam kurikulum inti dan pada pasal 9 berkenaan dengan kurikulum institusional. Dengan mengambil rumusan pada Ketentuan Umum, deskripsi tersebut adalah sebagai berikut: Keputusan Mendiknas yang dituangkan dalam SK nomor 232 tahun 2000 di atas jelas menunjukkan arah kurikulum berbasis kompetensi walau. pun secara. eksplisit tidak dinyatakan demikian.

      Pengelolaan dan kurikulum dua hal yang berbeda. Pengelolaan merupakan upaya menata sumber daya agar organisasi terwujud secara produktif. Sedangkan kurikulum berkaitan dengan sesuatu yang dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pendidikan yang dilakukan, termasuk kegiatan kegiatan belajar mengajar di kelas. Karena itu, pengelolaan merupakan kegiatan engineering yaitu kegiatan to produce, to implement and to appraise the effectiveness of the curriculum.

      Kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasional. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu, dalam implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah dibolehkan memperdalam kurikulum, artinya, apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yang bervariasi. Sekolah juga dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, dan seharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian juga, sekolah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristik peserta didik.

      Pengelolaan Kurikulum harus diarahkan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa. Jadi bagaimana strateginya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

      Perubahan kurikulum yang berbasis kompetensi (KBK) merupakan salah satu usaha peningkatan mutu pendidikan,dan ini sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Bank Dunia(Depdiknas, 2003). Kurikulum berbasis kompetensi lebih menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performan tertentu. KBK mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang pencapaiannya berupa perilaku atau ketrampilan peserta didik se-bagai suatu kriteria pembelajaran.
B. Identifikasi Masalah
1.      Apa pengertian dari Kurikulum berbasis Kompetensi?
2.      Tahap apa saja dalam mengelola Kurikulum?
3.      Pengertian Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi?
4.      Maksud dari Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi?
5.      Apa saja peran Kepala sekolah dan guru dalam mensukseskan KBK?
C. Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian dari Kurikulum berbasis Kompetensi
2.      Mengetahui tahap-tahap apa saja dalam mengelola Kurikulum
3.      Mengetahui Pengertian Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi
4.      Mengerti Maksud dari Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
5.      Mengetahui Apa saja peran Kepala sekolah dan guru dalam mensukseskan KBK

D. Metode Penulisan
Penelitian di atas dilaksanakan dengan menggunakan metode kepustakaan dan browsing dari internet.
E. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan di atas dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat luas. Sehingga semakin mengetahui berbagai jenis kurikulum yang pernah dan sampai saat ini masih digunakan di sekolah. Selain itu, hasil penulisan ini dapat menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat luas khususnya mahasiswa tentang pengelolaan kurikulum.
F. Sistematika Penulisan

Karya tulis tersusun dalam tiga bab.

Bab I Pendahuluan
A.    Latar belakang masalah
B.     Identifikasi masalah
C.     Tujuan penulisan
D.    Metode penulisan
E.     Kegunaan penulisan
F.      Sistematika penulisan

Bab II Pembahasan

A.    Mengetahui pengertian dari Kurikulum berbasis Kompetensi
B.     Mengetahui tahap-tahap apa saja dalam mengelola Kurikulum
C.     Mengetahui Pengertian Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi
D.    Mengerti Maksud dari Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
E.     Mengetahui Apa saja peran Kepala sekolah dan guru dalam mensukseskan KBK


Bab III berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
            Kata “Kurikulum” berasal dari bahasa yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yatu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakn jarak yang harus d tempuh dalam kegiatan berlari mula dari start sampai finish. Pengertian ini kemudian di terapkan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/ guru dengan peserta didik dengan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap sera nilai-nilai. Al-Khauli (1981) menjelaskan Al-Mnahaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang di ingnkan.1
            Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.

            Menurut Crunkilton (1979 : 222) dalam Mulyasa, (2004 : 77) mengemukakan bahwa “kompetensi ialah sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Dengan demikian terdapat hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh kerja.

            Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai. Sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada kreativitas belajarnya. Peserta didik perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian secara eksplisit, dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan memiliki kontribusi terhadap kompetensi yang sedang dipelajari.

            Menurut Gordon, (1998 : 109) dalam Mulyasa, (2004 : 77-78) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut :

  • Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
 

1Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam” PT.Raja grafindo Persada. Halaman 1
  • Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu.
  • Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
  • Sikap (attitude) yaitu (senang atau tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan terhadap yang datang dari luar.
  • Minat (interest) adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan sesuatau perbuatan.

            Berdasarkan gambaran kompetensi di atas. Maka kurikulum berbasis kompetensi adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan kompetensi tugas-tugas dengan standar performasi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tersebut.

            Dengan demikian penerapan kurikulum dapat menumbuhkan tanggung jawab, dan partisipasi peserta didik untuk belajar menilai dan mempengaruhi kebijakan umum, serta memberanikan diri berperan dalam berbagai kegiatan di sekolah maupun masyarakat (Mulyasa, 2002 : 39).

            Berdasarkan pengertian kompetensi diatas, maka kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.

            KBK memfokuskan pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa. Sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk prilaku atau keterampilan peserta didik sebagai sesuatu kriteria keberhasilan.

            Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangkaian meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam hubungannya dengan pembelajaran memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar.Kay (1977) dalam Mulyasa, mengemukakan bahwa “pendidikan berbasis kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa” dan “bagaimana” jadi perbuatan tersebut dilakukan” (Mulyasa, 2002 : 23)2.

            Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa kurikulum berbasis kompetensi berorientasi pada kreativitas individu untuk melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran dan efek (dampak) yang diharapkan yang muncul dari peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
 

2Dr. E.Mulyasa, M.Pd “Kurikulum Berbasis Kompetensi” PT.Remaja Rosda karya,Thn.2002 .Halaman 23

Rumusan kompeten dalam kurikulum berbasis kompetensi ini merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan Madrasah, sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

            KBK merupakan suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat pengetahuan, kemampuan, sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran dengan penuh tanggung jawab.

            Hall (1986) dalam Mulyasa menyatakan bahwa “setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup” (Mulyasa, 2002 : 41).

            Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa perhatian harus dicurahkan kepada waktu yang diperlukan untuk kegiatan belajar. Perbedaan antara peserta didik yang pandai dengan yang kurang (bodoh) hanya terletak pada masalah waktu, peserta didik yang bodoh memerlukan waktu yang cukup lama untuk mempelajari sesuatu atau memecahkan suatu masalah, sementara yang pandai bisa cepat melakukannya.

            Kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk berkreasi dan berimajinasi jika diberikan kesempatan dan peran aktif guru terhadap siswa yang secara tidak langsung akan memberikan dampak terhadap penguasaan apa yang telah diajarkan guru.3

            Kurikulum berbasis kompetensi menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian, konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan, terhadap perbaikan pendidikan (Mulyasa, 2002 : 40).

            KBK merupakan konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan (kompetensi) peserta didik dalam melakukan tugas dengan standar kinerja tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan peserta didik berupa penguasaan seperangkat kompetensi tertentu (Mulyasa, 2003). Anonim (2002) membuat definisi KBK sebagai seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Dengan demikian di dalam KBK mencakup dua inovasi yaitu: (1) berfokus pada standar kompetensi dan hasil belajar; dan (2) mendesentralisasikan pengembangan silabus dan pelaksanaannya.

            Kemampuan dan keterampilan apa yang ingin dicapai siswa menjadi tujuan utama pembelajaran. Ini yang membedakannya dengan kurikulum berbasis materi (content-based curriculum), yang lebih mendorong guru untuk hanya mengejar selesainya penyampaian materi (Nurhadi et al, 2003).
3Dr. E.Mulyasa, M.Pd “Kurikulum Berbasis Kompetensi” PT.Remaja Rosda karya,Thn.2003 .Halaman 23-41

Selain itu KBK memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk menyusun dan mengembangkan silabus yang telah berorientasi pada kebutuhan setempat sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik dan masyarakat.
Hal ini sekaligus sangat dimungkinkan adanya keragaman silabus antar sekolah atau wilayah dengan tanpa mengurangi kompetensi yang telah ditetapkan dan berlaku secara nasional (Mulyasa, 2003). Dengan demikian keberhasilan implementasi KBK sangat ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam mengadopsi KBK sehingga mampu menyusun silabus yang sesuai dengan tuntutan lingkungannya.

            Kurikulum 2006, sebagai kurikulum terakhir yang diberlakukan pemerintah sebagai panduan pelaksanaan pendidikan di Indonesia adalah penyempurnaan dari kurikulum 2004 yang sempat dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Saat diberlakukannya, kurikulum 2006 disambut banyak pihak dengan sinis, seperti apa yang banyak kita baca di media sesaat setelah perubahan kurikulum tersebut diumumkan.Memang kondisi ini cukup bisa dipahami, karena ini seperti mengulang apa yang sejak dulu berlaku, ganti menteri – ganti kurikulum.

            Sebenarnya hal tersebut tidak terlalu beralasan. Sejak 4 tahun yang lalu, sebelum KBK diberlakukan, cukup banyak kebijakan pemerintah (walaupun belum semua) semakin lama semakin baik. Terlepas dari bagaimana pelaksanaannya di lapangan, pemerintah tampak semakin paham tentang isu-isu pendidikan yang seharusnya menjadi perhatian dan secara bertahap dibenahi. Kurikulum 2006 adalah salah satu di antaranya.

            Kurikulum 2004 (KBK), saat diberlakukan mengandung satu kekurangan besar bahwa pelaksanaan KBK masih dipandu pemerintah. Dengan demikian, walaupun secara konsep berbeda, pelaksanaannya masih sama dengan kurikulum 1994, bahwa semuanya dipandu secara sentralistik oleh Departemen Pendidikan Nasional. Perubahan kurikulum 2004 ke 2006 yang esensial adalah sebetulnya kebijakan bahwa perancangan kurikulum tidak lagi sentralistik, tapi diserahkan kepada sekolah. Itu sebabnya kurikulum 2006 dikenal sebagai KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), yang maknanya adalah bahwa sekolah sebagai Tingkat Satuan Pendidikan terkecil-lah dapat merancang sendiri kurikulum pendidikannya. Acuan kompetensi per jenjang pendidikan murid masih dipandu oleh pemerintah, tapi metoda dan bagaimana kompetensi murid dicapai diserahkan kepada masing-masing sekolah. Dengan demikian berbagai sekolah akan memiliki keunikan, kekhasan kurikulum berdasarkan kondisi aktual sekolah dan potensi-potensi yang dimilikinya. Masalahnya tinggal apakah secara teknis setiap sekolah mampu mengolah dan mengelola kurikulumnya secara mandiri. Hal ini akan kita lihat dalam beberapa waktu ke depan ini.

            Beranjak dari kurikulum, pengelola sekolah dihadapkan kembali pada masalah berikutnya yaitu standar manajemen/ pengelolaan sekolah. Pola manajemen yang dianggap memenuhi syarat masih didasarkan pada pola dan cara pandang yang lama. Standarisasi pengelolaan masih dipandu secara baku, dalam hal ini berdasarkan poin-poin penilaian akreditasi sekolah. Untuk jenjang TK dan SD, poin-poin ini mencakup 163 buah poin belum termasuk sub poin yang terkandung di dalamnya. Jumlah yang luar biasa banyak. Kalau ditelaah isinya, memang mengandung poin-poin yang penting dan perlu diperhatikan dalam pengelolaan sekolah. Masalah mulai muncul saat cara dan perangkatnya pun sekolah diharuskan mengikuti cara dan menggunakan perangkat yang sama. Belum lagi saat konsep-konsep dan pemahaman manajerial pendidikan yang dianut sekolah ada kalanya tidak persis sama visinya dengan apa yang digariskan dalam poin-poin akreditasi tersebut.

            Bagi sekolah yang mencoba menerapkan KTSP tentu saja hal ini menjadi beban luar biasa walaupun standarisasi pengelolaan adalah hal yang penting untuk pengelolaan sekolah yang bermutu. Mungkin sekali hal ini masih terlepas dari perhatian Depdiknas, tapi kalau ini tidak dibenahi, hal ini akan menjadi kendala terbesar penerapan KTSP. Pengolahan dan pengelolaan kurikulum secara mandiri adalah hal yang luar biasa berat bagi pihak sekolah. Saat juga dibebani pola pengelolaan yang distandarisasi pemerintah, besar kemungkinan, penerapan KTSP tidak dapat berjalan optimal, karena sekolah akan lebih cenderung mengejar poin-poin akreditasi ketimbang mengikuti kebijakan kurikulum baru.

            Solusinya adalah sistem manajemen sekolah yang juga berbasis kompetensi. Jadi yang dituju seharusnya adalah substansi kompetensi manajerialnya, bukan dalam hal teknisnya (cara dan perangkat pengelolaannya). Terdapat empat poin standar pengelolaan sekolah, yaitu:

1. Standar Proses Pengolahan Kurikulum
2. Standar Kualifikasi Staff Pendidik
3. Standar Sarana / Prasarana
4. Standar Pengelolaan Sekolah

            Keempat poin tersebut memang luar biasa penting dan harus menjadi empat titik perhatian dalam hal pengelolaan sekolah yang bermutu.Kalau Depdiknas bisa menggariskan poin-poin standar kompetensi pengelolaan sekolah seperti halnya yang diterapkan kepada murid melalui KBK, sekolah akan dikondisikan untuk mengembangkan kemampuan pengelolaannya secara mandiri, sesuai dengan potensi dan pola-pola manajerial yang dikuasainya. Bagaimana standar tersebut dicapai, cara dan perangkatnya dapat diserahkan dan dipercayakan sepenuhnya kepada pihak sekolah.

            Mengenai kualitas pendidikan seperti yang diharapkan bisa diindikasikan oleh UAN, sebetulnya masyarakat akan bisa menilai sendiri bagaimana kualitas sekolah dari pola manajemen yang diterapkan sekolah tersebut. Saat manajemen sekolah dikondisikan untuk seoptimal mungkin memenuhi ke empat poin standar pengelolaan, dengan berjalannya waktu peserta didik dan orang tua akan mampu menentukan sendiri lembaga pendidikan mana yang memenuhi syarat dan menjawab kebutuhan mereka berdasarkan kualitas pelayanannya. Pihak yang paling tepat menilai kualitas pemberi jasa pendidikan adalah sebetulnya para konsumennya sendiri. Depdiknas dapat memposisikan diri menjadi fasilitator untuk memfokuskan diri membantu sekolah-sekolah yang kurang dalam hal sumber daya dan kemampuan manajerialnya agar mampu mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. Sebetulnya ini adalah salah satu esensi dari Otonomi Pendidikan yang dulu digaungkan pemerintah.

            Kita semua perlu berpijak dalam cara pandang sama bahwa sebagai salah satu bidang kegiatan yang rumit, pengelolaan pendidikan punya cara dan metode yang sangat bervariasi, dan terus berkembang sesuai dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Belum lagi dengan teknologi informasi yang semakin mempermudah dan mempercepat kita untuk memperoleh masukan-masukan baru dari manapun untuk semakin memperbaiki pemahaman dan cara-cara kita mendidik anak-anak kita.4
B.     Tahapan Pengelolaan Kurikulum

            Tahapan pelaksanaan kurikulum di sekolah meliputi: (a) Perencanaan, (b) Pengorganisasiaan dan koordinasi, (c)Pelaksanaan, (d)Pengendalian
1. Tahap Perencanaan

            GBPP merupakan produk dari prencanaan kurikulum yang dijadikan panduan bagi penyelenggara pendidikan di tingkat sekolah. Pada tingkat persekolahan perencanaan kurikulum dimulai dari kajian terhadap GBPP yang dirinci ke dalam rencana-rencana pembelajaran.

            Pada tahap ini kurikulum dijabarkan sampai menjadi rencana pengajaran (RP). Untuk itu perlu dilakukan tahapan sebagai berikut:

1.Menjabarkan GBPP menjadi Analisis Mata Pelajaran (AMP). Yang paling pokok esensial atau biasanya yang sukar dipahami oleh siswa. Pokok bahasan semacam ini diprioritaskan untuk dibahas secara tatap muka kelas/ laboratorium.

2. Berdasarkan kalender pendidikan dari Dinas Pendidikan, sekolah harus menghitung hari kerja efektif dan jam pelajaran efektif untuk setiap mata pelajaran, memperhitungkan hari libur, hari untuk ulangan dan hari-hari tidak efektif.

3. Menyusun Program Tahunan (Prota). Dalam mengisi prota yang penting adalah membandingkan jumlah jam efektif dengan alokasi waktu tatap muka dalam format AMP. Jika ternyata jam efektif lebih sedikit dibanding alokasi waktu tatap muka, maka harus dirancang tambahan jam pelajaran atau pokok bahasan yang dijadikan tugas/ pekerjaan rumah. Dengan demikian sejak awal telah diketahui akan adanya jam pelajaran tambahan atau pokok bahasan esensial, tetapi diberikan sebagai tugas/ pekerjaan rumah.
4. Menyusun Program Catur Wulan (Proca). Sebenarnya penyusunan proca tidak jauh berbeda dengan penyusunan prota.
4http://www.puslitjaknov.depdiknas.go.id/data/file/2008/makalah_peserta/41_Husni%20Jamal_KINERJA%20GURU%20DALAM%20MENGADOPSI%20INOVASI%20KURIKULUM.pdf


5. Program Satuan Pelajaran (PSP). Dalam menyusun PSP guru sudah memasukkan secara jelas kegiatan utnuk setiap sub pokok bahasan, termasuk bagaimana tes formatif dialkukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran.

6. Rencana Pengajaran (RP). RP merupakan rincian PSP untuk satu kali tatap muka. Yang penting pada RP harus terdapat catatan kemajuan siswa setelah mengikuti pelajaran. Catatan tersebut diapakai sebagai dasar melaksanakan RP berikutnya.

            Mengingat pentingnya AMP, Prota, Proca, PSP dan RP sebagai panduan kegiatan belajar mengajar, maka kepala sekolah perlu, memberikan perhatian, bantuan dalam penyusunannya termasuk memeriksa hasilnya. Kepala sekolah tidak sekedar menandatangani apa yang telah disusun oleh guru, tetapi juga memantau sejak proses penyusunan, membetulkan yang kelirudan member bantuan jika guru mengalami kesulitan

2. Tahap Pengorganisasian dan Koordinasi

Pada tahap ini, kepala sekolah mengatur pembagian tugas mengajar, penyusunan jadwal pelajaran dan jadwal kegiatan ekstrakurikuler, sebagai berikut:

1. Pembagian tugas mengajar dan tugas lain perlu dilakukan secara merata, sesuai dengan bidang keahlian dan minat guru. Diupayakan setiap guru memperoleh jam tugas sesuai dengan beban tugas minimal. Pemerataan beban tugas akan menumbuhkan rasa kebersamaan. Pemberian tugas yang sesuai dengan keahlian dan minat akan meningkatkan motivasi kerja guru. Memperoleh tugas sesuai dengan bebean minimal akan membuat guru merasa aman dan dapat naik pangkat dengan tepat waktu.

2. Penyusunan jadwal pelajaran diupayakan agar guru mengajar maksimal 5 hari/ minggu, sehingga ada 1 hari tidak mengajar untuk pertemuan MGMP. Setiap hari sebaiknya guru tidak mengajar lebih dari 6 jam, sehingga ada waktu istirahat.

3. Penyusunan jadwal pola kegiatan perbaikan dan pengayaan secara normal setiap mata pelajaran akan memerlukan kegiatan perbaikan bagi siswa yang belum tuntas penugasan terhadap bahan ajar. Oleh karena itu, ketika menyusun jadwal pelajaran sudah harus dialokasikan waktu untuk kegiatan perbaikan bagi siswa yang belum tunatas dan pengayaan bagi yang sudah tuntas.

4. Penyusunan jadwal kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrskurikuler perlu difokuskan untuk mendukung kegiatan kurikulerdan kegiatan lain yang mengarah, pada pembentukan keimanan/ketakwaan, kepribadian, dan kepemimpinan dengan keterampilan tertentu. Setiap awal cawu kegiatan ekstrakurikuler sudah harus disusun bersamaan dengan penyusunan jadwal pelajaran

5. Penyusunan jadwal penyegaran guru. Guru secara periodik perlu mendapatkan penyegaran tentang perkembangan iptek maupun metode mengajar. Penyegaran perlu dijadwalkan, dengan memanfaatkan waktu-waktu libur sekolah.

3. Tahap Pelaksanaan

Tugas utama kepala sekolah adalah melakukan supervise, dengan tujuan untuk membantu guru menemukan dan mengatasi kesulitan yang dihadapi. Dengan cara itu guru akan merasa didampingi pimpinan, sehingga akan meningkatkan semangat kerjanya.

4. Tahap Pengendalian

Pada tahap ini, paling tidak ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) jenis evaluasi dikaitkan dengan tujuannya, dan (2) pemanfaatan hasil evaluasi.

1. Kepala Sekolah perlu mengingatkan guru bahwa evaluasi memiliki tujuan ganda, yaitu untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran khusus (TPK) dan mengetahui kesuliatan siswa. Untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran guru dapat menggunakan berbagai alat penilaian yang sesuai, sedangkan untuk mengetahui kesulitan siswa. Untuk mengetshui ketercapaian tujuan pembelajaran guru dapat menggunakan berbagai alat penilaian yang sesuai, sedangkan untuk mengetahui kesulitan siswa menggunakan tes diagnostik

2. Hasil evaluasi harus benar-benar dimanfaatkan guru untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran. Untuk itu kepala sekolah harus selalu mengingatkan guru, jika siswa belum menguasai bahan ajar yang esensial perlu dilakukan perbaikan.
Siswa yang mengalami kesulitan perlu dicarikan jalan, misalnya dibentuk kelompok belajar. Perlu juga dicoba model pembelajaran kooperatif, sehingga siswa yang kurang pandai terbantu olrh yang lebih pandai.
Mengingat pentingnya evaluasi, maka perlu dirancang sejak awal. Untuk itu kepala sekolah perlu mengarahkan guruuntuk menyusun kisi-kisi evaluasi, menyusun butir soal dan kemudian menelaah (memvalidasi), sampai dihasilkan perangkat soal yang baik, serta cara penskorannya.
Penyusunan soal semacam itu sebaiknya tidak dilakukan oleh guru sendiri-sendiri, tetapi dilakukan oleh beberapa guru bidang studi sejenis atau oleh MGMP, mengarah pada soal standar.
C.    Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
            Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan faktor yang saling terkait. Oleh karena itu di dalam proses pengembangan kurikulum tersebut, tidak hanya menuntut keterampilan tekhnik dari pihak pengembang terhadap pengembangan erbagai komponen kurikulum, tetapi harus pula di pahami berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memfokukskan pada kompetensi tertentu, berupa panduan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi memungkinkan para guru menilai hasil belajar peserta didik dalam proses pencapaian sasaran belajar, yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari.
            Oleh karena itu peserta didik perlu mengetahui kreteria penguasaan kompetensi yang akan dijadikan sebagai setandar penilaian hasil belajar, sehingga para peserta didik dapat mempersiapkan dirinya melalui penguasaan terhadap sejumlah kompetensi tertentu, sebagai pesyaratan untuk melanjutkan ke tingkat penguasaan kompetensi berikutnya. Kriteria tersebut biasanya dikembangkan berdasarkan tujuan khusus yang dipelajari sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai.
Tingkat Pengembangan kurikulum

            Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) seperti pengembangan kurikulum
pada umumnya terdiri dari beberapa tingkat, yaitu tingkat nasional, tingkat lembaga, tingkat bidang study, dan tingkat satuan bahasa (modul).
1.Pengembangan Kurikulum Tingkat Nasiomal.Pada tingkat ini pengembangan kurikulum dibahas dalam lingkup nasional meliputi jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah, baik secara vertical maupun horizontal dalam rangka merealisasikan tujuan pendidikan nasional.
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang di selenggarakan disekolah melalui kegiatan pembelajaran secara berjenjang dan berkesinambungan. Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah melalui kegiatan pembelajaran yang tidak harus berjenjang dan berkisenambungan, termasuk pendidikan keluarga (UUSPN).

            Secara vertical berkaitan dengan kontinuitas pengembangan kurikulum antara berbagai jenjang pendidikan (pendidikan dasar, menegah, dan pendidikan tinggi). Sedanfgkan secara horizontal berkaitan dengan keselarasan antar berbagai jenis pendidikan dalam berbagai jenjang.  Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuaraan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademi dan pendidikan professional.

2. Pengembangan Kurikulum Tingkat Lembaga. Pada tingkat ini dibahas pengembangan kurikulum untuk setiap jenis lembaga pendidikan pada berbagai satuan dan jenjang pendidikan. Kegiatan yang di lakukan pada tahap ini antara lain :
·         Mengembangkan kompetensi lulusan, dan merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada berbagai jenis lembaga pendidikan.
·         Berdasarkan kompetensi dan tujuan di atas selanjutnya dikembangkan bidang study-bidang study yang akan diberikan untuk merealisasikan untuk tujuan tersebut.
·         Mengembangkan dan mengidentifikasi tenaga-tenaga kependidikan (guru dan non guru) sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan. Mengidentifikasi pasilitas pembelajaran yang diperlukan untuk memberi kemudahan belajar.

3. Pengembangan Kurikulum Tingkat Bidang Study (penyusunan silabus).
Pada tingkat ini dilakuakan pengembangan silabus untuk setiap bidang study pada berbagai jenis lembaga pendidikan. Kegiatan yang dilakukan antara lain :

a. Mengidentifikasi dan menentukan jenis-jenis kompetensi dan tujuan setiap bidang study.
b. Mengembangkan kompetensi dan pokok-pokok bahasan serta mengelompokkannya sesuai dengan ranah pengetahuan, pemahaman, kemampuan (keterampilan), nilai dan sikap.
c. Mendeskripsikan kompetensi serta mengelompokannya sesuai dengan skope dan sekuasnsi.
d. Mengembangkan indicator untuk setiap kompetensi serta criteria pencapaiannya.
Penyusunan silabus mengacu pada kurikulum Berbasis Kompetensi dan perangkan komponen-koimponenya yang disusun oleh pusat kurikulum, badan penelitian dan pengembangan.

4. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Bahasan (Modul).Berdasarkan kompetensi-kompetensi yang telah didefinisikan dan diurutkan sesuai tingkat pencapaiannya pada setiap bidang study, selanjutnya di kembangkan program-program pembelajaran didalam KBK program pembelajaran yang dikembangkan adalah modul.

Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum

            Pendekatan dalam pengembangan kurikulum merefleksikan pandangan seseorang
terhadap sekolah dan masyarakat. Pendekatan dalam pengembangan kurikulum mempunyai arti yang sangat luas.
 Kurikulum juga bisa berarti kurikulum tertulis (written curriculum) atau dokumen yang merupakan kurikulum potensial (potencial kurikulum), Dalam hal ini, syaodin (200) mengemukakan pendekatan pengembangan kurikulum berdasarkan system pengelolaan, dan berdasarkan focus sasaran.

1. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Sistem Pengelolaan
Di lihat dari penggelolaannya pengembangan kurikulum di bedakan antara system
pengelolaan yang terpusat (sentralisasi), dan tersebar (desentralisasi). Kurikulum pendidikan dasar dan menengah tahun 1998 dan 1975 bersifat sentralisasi, hanya ada satu kurikulum untuk satu jenis kurikulum pendidikan di Indonesia.

2. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Fokus Sasaran
Berdasarkan focus sasran, pengembangan kurikulum dibedakan antara pendekatan yang
mengutamakan pengguasaan ilmu pengetahuan, penguasaan kemampuan standar, pengguasaan kompetensi, pembentukan pribadi dan pengguasaan kemampuuan memecahkan masalah sosial kemasyarakatan.

3. Pendekatan Kompetensi Pendekatan kompetensi merupakan pendekatan pengembangan kurikulum yang memfokuskan pada pengguasaan kompetensi tertentu berdasarkan tahap-tahap perkembangan peserta didik. Setiap peserta didik memiliki potensi bawaan sendiri-sendiri, meskipun aspek-aspek perkembanganya sama tetapi tingkatnya berbeda-beda. Guru-guru diharapkan dapat mengenali dan memahami potensi-potensi, terutama potensi-potensi tinggi yang dimiliki peserta didiknya. Dengan bekal pemahaman tersebut, mereka diharapkan dapat membantu mengembangkan potensi-potensi peserta didik sehingga dapat berkembang secara optimal.

4. Keterkaitan KBK dengan Pendekatan Lain Keterkaitan kurikulum berbasis kompetensi dengan pendekatan kemampuan standar, adalah bahwa keduanya sama-sama menekankan pada kemampuan, hanya berbeda jenis kemampuannya.  Kurikulum berbasis kompetensi terkait dengan pendekatan pengembangan pribadi, karena standar kompetensi yang dikembangkan berkenaan dengan pribadi peserta didik seperti kompetensi intelektual, sosial dan komunikasi, penguasaan nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan. Kurikulum berbasis kompetensi terkait dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena kompetensi yang di kembangkan, seperti kompetensi intelektual, dan sosial berkaitan dengan bidang-bidang ilmu pengetahuan, seperti IPA,IPS, Matematika, Bahasa, Olahraga, Keterampilan dan Kesenian.
5.Keunggulan KBK Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mempunyai beberapa keunggulandibandingkan dengan model-model lainnya. Pertama pendekatan ini bersifat alamiah(konstektual), karena berangkat,berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing.
Kedua, kurikulum berbasis kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Ketiga, ada bidang-bidang study atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan.
Prinsip-prinsip Pengembangan KBK
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) perlu memperhatikan dan
mempertimbangkan prinsif-prinsif.

1. Keimanan nilai dan budi pekerti luhur,
2. Penguatan integritas nasional,
3. Kesimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.
4. Kesamaan memperoleh kesempatan.
5. Abad pengetahuan dan teknologi informasi.
6. Pengembangan keterampilan hidup.
7. Belajar sepanjang hayat.
8. Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperhensif.
9. Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.


 Pengembangan Struktur KBK

            Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sedikitnya mencangkup tiga
kegiatan yaitu mendetifikasi kompetensi, mengembangkan struktur kurikulum, dan mendiskrifsikan mata pelajaran.

1. Identifikasi Kompetensi, subkompetensi, dan tujuan khusus perlu dilakukan melalui
berbagai pendekatan, agar hasil yang dirumuskan sesuai dengan tujuan yang diharapkaan dicapaai peserta didik. Berdasarkan pendapat Hall (1976), dan Prihantoro (1996), sedikitnya dapat diidentifikasikan delapan sumber yang dapat di gunaakan untuk mengidentifikasikan kompetensi yaitu :
1. Daftar yang ada (exsisting list)
2. Menterjemahkan mata pelajaran (course translation)
3. Menterjemahkan mata pelajaran dengan perlindungan (course translations with safeguard)
4. Analisis taksonomi (taxsonomic analysis)
5. Masukan dari profesi (input from the froffesion)
6. Membangun teori (theoretical contructs)
7. Masukan peserta didik dan masyarakat (input from clients, incuding pupilsand the community)
8. Analisis tugas (task analysis)


D.    Implementasi Kurikulum Berasis Kompetensi
Seiring dengan dilaksanakanyakurikulum berbasis kompetensi, dengan memberikan kesempatan secara lebih luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, sehingga perlu didampingi dengan proses pembelajaran alternative, dalam artian bahwaguru seharusnya tidak saja hanyamenyampaikan ilmu, sehingga siswa hanya menerima ilmu, tetapi lebih ditekankan kepada Budaya Ilmu, kebebasan menanyakan proses ilmu harus diberikan kepada peserta didik sehingga tidak kehilangan orientasi hidupnya. Jika budaya ilmu tidak diberikan kepada peserta didik maka dampak yang timbuladalah meningkatnya kecenderungan peserta didik tidak dituntun untuk “membaca” fenomena sekelilingnya.
Pelajaran yang harus diberikan dalam praktikum, segera untuk dilaksanakan agar pengalaman intelektual dapat dilaksanakan dengan baik, memang untuk pelaksanaan praktikum secara empiris terkendala dengan birokrasi sekolah, terutama tidak bisanya melihat visi kedepan dari pemegang otoritas kekuasaan sekolah.
Dampak lain yang dapat ditimbulkan karena budaya ilmu tidak diterapkan adalahpeserta didik tidak saja menjauh tetapi juga tidak mampu menghadapai kehidupan secara nyata, gamang terhadap masalah sendiri, terjadi alienasi, keterasingan diri, dampak paling buruk adalah terhambatnya komunikasi, tidak kreatif bahkan cenderung bersifat negative seperti timbulnya tindak kekerasan.
Kurikulum berbasis kompetensi tidak boleh memberlakukan “ kesamaan” Sebagai ukuran diatas keberagaman karakteristik individual peserta didik. Diakui atau tidak, kelemahan pendidikan kita adalah terlalu menekankan arti pentingnya nilai raport, dengan mengabaikan nilai akhlaq, budi pekerti.
Bergesernya akan arti pentingnya nilai Emotional dan Spiritual kepada hanya Intelektual akan berakibat kepada seluruh aspek kehidupan sekarang dan dikemudian hari sebuah kecenderungan “paper Syndrome” yang sangat mungkin berakibat buruk lost generations.5


E.     Peran serta Kepala sekolah dan Guru dalam mensukseskan KBK
Seorang Kepala sekolah harus mempunyai kemampuan dan mengelola sekolah, maka harus memahami kinerja dalam hal mengidentifikasi dan mengembangkan jenis-jeis input sekolah dan harus mengembangkan proses sekolah6.
Kepala sekolah adalah seorang pemimpin, sementara dalam kamus besar bahasa indonesia, kata kepemimpinan di artikan sebagai cara memimpin atau cara menguasai seseorang. Kepemimpinan erat kaitannya dengan ketrampilan atau seni mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu atau menggerakkan orang untuk bekerja secara terkordinasi,dimana setiap orang bergerak mengerjakan pekerjaannya serta menyelesaikannya tugas dengan baik berdasarkan program yang telah dicanangkan dalam kinerja keorganisasian secara menyeluruh.7
Keberhasilan KBK dengan beberapa indikator sepert di kemukakan di atas sangat di tentukan oleh kepala sekolah dalam mengkoordinasi, menggerakkan, dan menselaraskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.
hendaknya mendasarkan pada beberapa hal diantaranya: isi (konten), konsep, kecakapan / keterampilan, masalah, serta minat siswa (Anonim, 2004
Pentingnya peran guru dalam implementasi kurikulum ditegaskan juga oleh Lee (1996) serta Mars (1980) dan Syaodih (1988) di dalam Mulyasa (2003).
Peran guru dalam pembelajaran pada konteks KBK, menurut Sanjaya (2005), adalah sebagai: (1) fasilitator; (2) manajer; (3) demonstrator; (4) administrator; (5) motivator; (6) organisator; dan (7) evaluator.8
6Dr. Rusman M.Pd “Mnajemen Kurikulum” PT.Raja grafindo persada” Thn.2011 .Halaman 10
7Drs.Walid,M.Pd.I “Napak Tilas Kepemimpinan KH. Ach Muzakky syah” ,Absolute media Thn.2010
Sebagai fasilitator guru berperan untuk memudahkan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran, terutama dalam kaitannya dengan penggunaan media dan sumber belajar. Sebagai manajer pembelajaran guru berperan dalam menciptakan suasana / iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman, melalui pengelolaan kelas yang baik.
Peran sebagai demonstrator dapat ditunjukkan dengan penampilan guru yang menjadi acuan bagi siswa. Sebagai administrator guru memungsikan penggunaan dokumentasi dan data siswa untuk keperluan pembinaan dan bimbingan. Sebagai organisator peran yang diharapkan pada guru dalam mengorganisasi siswa, baik secara kelompok maupun individual, sehingga tetap terjaga keharmonisan diantara siswa. Guru sebagai evaluator harus memilik kemampuan untuk mengukur pencapaian tujuan pembelajaran pada masing-masing siswa dan kelompok siswa, serta mampu menggunakannya sebagai alat untuk penentuan tindak lanjut.

            Setiap guru yang mengajar di Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional perlu terlebih dulu melakukan analisis materi pelajaran untuk menentukan sifat materi yang esensial dan kurang. Suatu materi dikatakan memiliki konsep esensial bila memenuhi unsur kreteria berikut ini : (1) Konsep dasar, (2) Konsep yang menjadi dasar untuk konsep berikut, (3) Konsep yang berguna untuk aplikasi, (4) Konsep yang sering muncul pada Ujian Akhir (Munandar, 2001).
Materi pelajaran yang diidentifikasi sebagai konsep-konsep yang esensial diprioritaskan untuk diberikan secara tatap muka, sedangkan materi-materi yang non-esensial, kegiatan pembelajarannya dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan mandiri (Slameto, 1991).
            Berdasarkan paparan di atas dapat dikemukakan bahwa kurikulum dan materi pelajaran yang digunakan dalam penyelenggaraan SKM/SSN adalah kurikulum yang disusun satuan pendidikan dengan pengorganisasian materi kurikulum dibuat menjadi materi umum/wajib dan materi khusus/pilihan. Bentuk pengelolaan yang sesuai dengan uraian di atas adalah kurikulum yang disusun menggunakan pendekatan satuan kredit semester.
            Pada penerapan SKS, kurikulum dan beban belajar peserta didik dinyatakan dalam satuan kredit semeser (sks). Mata pelajaran dikelompokkan menjadi tiga, yaitu mata pelajaran umum (MPU), mata pelajaran dasar (MPD), dan mata pelajaran pilihan (MPP). MPU harus diambil oleh semua peserta didik sebagai proses pembentukan pribadi yang memiliki akhlak mulia, kepribadian, estetika, jasmani yang sehat, dan jiwa sebagai warganegara yang baik. MPD harus diambil peserta didik sebagai landasan menguasai semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. MPP adalah sejumlah mata pelajaran yang disusun menjadi program bidang tertentu yang dipilih sesuai dengan minat, potensi dan kebutuhan serta orientasi bidang studi di perguruan tinggi. Namun, mata pelajaran dari program tertentu boleh juga diambil oleh peserta didik yang telah memilih program lain untuk memperkaya bidang karirnya.
            Mengingat kemungkinan bervariasinya mata pelajaran yang dipilih peserta didik maka sekolah perlu menunjuk petugas pengelola data akademik untuk mendata kemajuan belajar setiap peserta didik dan menyimpannya dengan baik yang dapat dibuka kembali setiap diperlukan. Sekolah mengatur jadwal kegiatan pengganti bagi peserta didik yang pernah absen dan mengatur jadwal kegiatan remidial bagi peserta didik yang belum mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan.
Sekolah menunjuk guru sebagai petugas pembimbing akademik yang membina peserta didik maksimum 16 orang setiap guru. Guru pembimbing akademik bertugas membantu peserta didik memilih mata pelajaran yang akan diambil pada suatu semester, memilih program jurusan, dan menyelesaikan persoalan akademik secara umum serta menjawab pertanyaan akademik dari orang tua peserta didik yang menjadi binaannya. Peserta didik yang pada suatu semester memiliki indeks prestasi (IP) tinggi maka pada semester berikutnya diberi kesempatan untuk mengambil beban belajar lebih banyak sehingga dapat mencapai kebulatan studi dalam rentang waktu kurang dari enam semester, dan sebaliknya.9
Dalam rangka mengemban tugas/peran gandanya seorang guru maka oleh Prof. Zakiah Daradjat disarankan agar guru memiliki persyaratan kepribadian sebagai guru, yaitu : “suka bekerja sama, demokratis, penyayang, memnghargai kepribadian peserta didik, sabar, memiliki pengetahuan, ketramplan dan pengalaman yang bermacam-macam, perawakan menyenangkan dan berperilaku yg baik, adil dan tidak memihak, toleransi, mantab dan stabi, ada erhatian terhadap persoalan peserta didik, cukup dalam pengajaran serta mampu memimpin secara baik.”
Secara garis besar persyaratan kepribadian guru yang disarankan oleh Zakiah Daradjat tersebut, dapat disimpulkan menjadi 3 kompetensi(kemampuan) yaitu: Kompetensi individual, Kompetensi sosial, kompetensi provesional.10  















 
9http://www.pls-unnes.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=33
10Drs.Ahamad Rohani HM, M.Pd “PENGELOLAAN PENGAJARAN” ,PT. Asdi Mahasatya, Jakarta Thn.2004 Hal 116



 

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kata “Kurikulum” berasal dari bahasa yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yatu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakn jarak yang harus d tempuh dalam kegiatan berlari mula dari start sampai finish. Pengertian ini kemudian di terapkan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/ guru dengan peserta didik dengan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap sera nilai-nilai. Al-Khauli (1981) menjelaskan Al-Mnahaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang di ingnkan.
            Pengelolaan Kurikulum harus diarahkan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa. Jadi bagaimana strateginya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Beberapa strategi tersebut diantaranya adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan dan Sekolah Kategori Mandiri.
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan salah satu usaha peningkatan mutu pendidikan,dan ini sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Bank Dunia(Depdiknas, 2003). KBK dapat dikatakan cukup selangkah lebih maju dari kurikulum sebelumnya tetapi masih terlalu jauh untuk dikatakan sempurna. Hal ini dikarenakan dalam pengembangan KBK ini masih terdapat beberapa kendala yang cukup berpengaruh dalam pengembangannya.
Perubahan kurikulum 2004 ke 2006 yang esensial adalah sebetulnya kebijakan bahwa perancangan kurikulum tidak lagi sentralistik, tapi diserahkan kepada sekolah
Pentingnya peran guru dalam implementasi kurikulum ditegaskan juga oleh Lee (1996) serta Mars (1980) dan Syaodih (1988) di dalam Mulyasa (2003).
Peran guru dalam pembelajaran pada konteks KBK, menurut Sanjaya (2005), adalah sebagai: (1) fasilitator; (2) manajer; (3) demonstrator; (4) administrator; (5) motivator; (6) organisator; dan (7) evaluator.


DAFTAR PUSTAKA
1Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam” PT.Raja grafindo Persada. Halaman 1
2Dr. E.Mulyasa, M.Pd “Kurikulum Berbasis Kompetensi” PT.Remaja Rosda karya,Thn.2002 .Halaman 23
3Dr. E.Mulyasa, M.Pd “Kurikulum Berbasis Kompetensi” PT.Remaja Rosda karya,Thn.2003 .Halaman 23-41
4http://www.puslitjaknov.depdiknas.go.id/data/file/2008/makalah_peserta/41_Husni%20Jamal_KINERJA%20GURU%20DALAM%20MENGADOPSI%20INOVASI%20KURIKULUM.pdf
6Dr. Rusman M.Pd “Mnajemen Kurikulum” PT.Raja grafindo persada” Thn.2011 .Halaman 10
7Drs.Walid,M.Pd.I “Napak Tilas Kepemimpinan KH. Ach Muzakky syah” ,Absolute media Thn.2010
7Drs.Walid,M.Pd.I “Napak Tilas Kepemimpinan KH. Ach Muzakky syah” ,Absolute media Thn.2010
9http://www.pls-unnes.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=33
10Drs.Ahamad Rohani HM, M.Pd “PENGELOLAAN PENGAJARAN” ,PT. Asdi Mahasatya, Jakarta Thn.2004 Hal 116




Tidak ada komentar:

Posting Komentar