BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Saat itu di
pagi hari yang cerah,embun menetes di daun, kulihat keindahan Mu disana sejuk
damaikan hatiku,dengan tetesan embun dengan suasana pagi yang sejuk dan bersih
terhirup dan mengisi ruang paru-paruku.
Sinar matahari
mulai menjilati pepohonan, basah embun mulai menguap, uap air melayang di udara
pagi senantiasa membawa kesejukan dan berjuta keindahan dan tidak terasa aku
terlalu menikmati keindahan itu, waktu sudah menunjukkan jam 06.30 terlihat
segerombolan anak dengan penuh canda tawa berpakaian rapi dengan memakal
seragam tuk pergi ke sekolah.
Dunia anak-anak merupakan dunia yang sangat menyenangkan, sangat
berkesan dan suatu masa yang tak pernah terlupakan. Dimana saat di manja oleh
orang tua, kehangatan saat bersama orangtua dan saudara sangat terasa. Saatnya
belajar sesuatu yang sebelumnya belum pernsh di lakukan untuk menempuh dunia
pendidikan. Islam sangat mementingkan pendidikan.
Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab
akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral.
Sayangnya, sekalipun
institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun
institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang
beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya
manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Penekanan
kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan,
spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang
terjadi.
Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali
pendidikan di usia dini merupakan hak warga negara dalam mengembangkan
potensinya sejak dini. Berdasarkan berbagai penelitian bahwa usia dini merupakan
pondasi terbaik dalam mengembangkan kehidupannya di masa depan. Selain itu pendidikan di usia dini dapat
mengoptimalkan kemampuan dasar anak dalam menerima proses pendidikan di
usia-usia berikutnya.
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah
menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi
hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas
mereka. Allah hanya meridhoi Islam sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh
sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam. Allah ta’ala
berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama
kalian, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha
Islam menjadi agama bagi kalian.” (QS.
Al Maa’idah: 3)
Salah
satu tujuan di turunkan agama islam adalah memperbaiki akhlaq manusia, akhlaq hanya
dapat di perbaiki dengan proses pendidikan, baik formal maupun informal. Akhlaq
harus ditanamkanmulai pada usia dini, dan pada saat itu pula kita harus
membiasakan diri kita untuk berakhlaq dengan baikitu menjadi kepribadian yang
melekat kelak pada dirinya sebab bila telah dewasa dan terbiasa dengan akhlaq
buruk maka sulit untuk meluruskan dan memperbaikinya1.
Mengkaji
makna pendidikan anak menurut Islam dengan seluruh aspeknya merupakan kewajiban setiap muslim,
mempelajari berbagai hal, baik ilmu aqidah, syariah maupun muamalah merupakan
rangkuman pokok-pokok ajaran agama Islam. Karena itu, penulis akan menggali
khasanah ilmu pendidikan dalam pandangan Islam, baik pengertian, tujuan
ataupun ruang lingkup
pendidikan menurut ajaran Islam.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas,maka
rumusan masalahnya yang akan di pelajari dalam penyusunan makalah ini adalah:
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan
dipelajri dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Apakah
yang dimaksud dengan pendidikan anak dan Islam?
2. Bagaimana
pandangan Islam terhadap pendidikan anak?
3. Bagaimana
pengertian, tujuan dan ruang lingkup pendidikan anak menurut Islam?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah yang yang bertema tentang
pandangan Islam terhadap pendidikan ini adalah:
1. Mengetahui
makna dan pengertian Islam dan pendidikan anak.
2. Mengkaji
pandangan Islam terhadap pendidikan anak.
3. Mengkaji
pengertian, tujuan dan ruang lingkup pendidikan anak menurut Islam?
D. Metode dan Teknik Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
metode deskriptif analitik, yakni dengan mengungkapkan masalah-masalah yang
dikaji dan kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori yang ada dan pengetahuan penulis.
Adapun teknis penulisan yang digunakan adalah kajian
kepustakaan terhadap berbagai literatur aqidah, dan penelitian.
E. Sistematika
Penulisan
Makalah ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan,
berisi tentang latar belakang masalah, rumusan dan tujuan
Penulisan, metode dan teknik penulisan serta sistematika
penulisan.
Bab II Pembahasan
materi, yang berisi tentang pandangan Islam terhadap pendidikan anak, yang
mencakup pengertian, tujuan dan Ruang
lingkup pendidikan anak menurut Islam,Hubungan anak dengan orangtua dalam dunia
pendidikan menurut islam
Bab
III Penutup, berisi kesimpulan.
BAB II
PENDIDIKAN UNTUK ANAK MENURUT ISLAM DI ERA GLOBALISASI
A. Pengertian
Menurut istilah psikologi bahwa pendidikan adalah proses
menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran.
Adanya kata pengajaran itu sendiri berarti adanya suatu proses perubahan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang sebut dengan
belajar.
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dijelaskan bahwa” “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Sedangan fungsi pendidikan nasional adalah: “mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari
akar triliteral s-l-m, dan didapat dari
tatabahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud
"untuk menerima, menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam
berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus
menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan
ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam... Ayat
lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya diterjemahkan sebagai "agama"):
"...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu." Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai
perbuatan kembali kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan.
B. Tujuan
Pendidikan Anak Menurut Islam
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan
umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang
bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan
umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap
pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik
pendidikan di lingkungan keluarga, di Satuan pendidikan nonformal penyelenggara
pendidikan kesetaraan maupun masyarakat.
Pendidikan dalam
pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi
pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari tujuan pendidikan. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman,
dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi
spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi
yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan diajarkan kepada manusia dengan visi untuk
mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta
bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis,
saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun
sosial. Pendidikan dalam pandangan agama Islam juga diharapkan
menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan
akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya
dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu
diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang
muncul dalam pergaulan
masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut Islam dalam membentuk seorang
muslim yang mampu melaksanakan kewajibannya kepada Allah, sebagaimana firman
allah yang artinya, “Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56). Maksud dari kata
menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Alloh dalam segala macam bentuk
ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat
ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia
ini hanya untuk beribadah kepada Alloh saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk
menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka.
Sebagaimana firman Alloh,
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala
yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat
sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami
menghendaki berbuat demikian.” (Al
Anbiya: 16-17).
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan
kepada Kami?”(Al-Mu’minun: 115)
Sehingga jelas bahwa tujuan pendidikan dalam Islam harus
terkait dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri di dunia ini, yakni
menyembah Allah dengan segala aspeknya ibadahnya, baik yang berhubungan dengan
Allah, sesama manusia maupun dengan lingkungannya. Ibadah yang juga berhubungan
dengan masalah ukhrowi (akherat) maupun masalah dunia (ilmu dunia).
Islam
sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas,
individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan
kehidupan sosial yang bermoral.
Sayangnya,
sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan
fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi
individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang
mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan
institusi pendidikan. Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup
dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan
kondisi sebaliknya yang terjadi.
Saat
ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang
memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan
individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan
profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan
dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. “Gelar”
dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal
yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti
ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang
tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai
individu-individu yang beradab.
Pendidikan
yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari
paradigma pendidikan Barat yang sekular. Dalam budaya Barat sekular, tingginya
pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan
individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum
Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi,
namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia.
Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan
rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan
misi pendidikan yang pragmatis.
Sebenarnya,
agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding
dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik
yang memiliki paradigma yang pragmatis.
Tujuan
utama pendidikan dalam Islam adalah mencari ridha Allah swt. Dengan pendidikan,
diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, bermoral, berkualitas,
sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan
ummat manusia secara keseluruhan. Disebabkan manusia merupakan fokus utama
pendidikan, maka seyogianyalah institusi-institusi pendidikan memfokuskan
kepada substansi kemanusiaan, membuat sistem yang mendukung kepada terbentuknya
manusia yang baik, yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan.
Dalam
pandangan Islam, manusia bukan saja terdiri dari komponen fisik dan materi,
namun terdiri juga dari spiritual dan jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi
pendidikan bukan saja memproduksi anak didik yang akan memiliki kemakmuran
materi, namun juga yang lebih penting adalah melahirkan individu-individu yang
memiliki diri yang baik sehingga mereka akan menjadi manusia yang serta
bermanfaat bagi ummat dan mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Institusi pendidikan perlu mengarahkan anak didik supaya
mendisiplinkan akal dan jiwanya, memiliki akal yang pintar dan sifat-sifat dan
jiwa yang baik, melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, memiliki
pengetahuan yang luas, yang akan menjaganya dari kesalahan-kesalahan, serta
memiliki hikmah dan keadilan.
Oleh
sebab itu juga, ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam institusi pendidikan
seyogianya dibangun di atas Wahyu yang membimbing kehidupan manusia. Kurikulum
yang ada perlu mencerminkan memiliki integritas ilmu dan amal, fikr dan zikr,
akal dan hati. Pandangan hidup Islam perlu menjadi paradigma anak didik dalam
memandang kehidupan.
Dalam
Islam, Realitas dan Kebenaran bukanlah semata-mata fikiran tentang alam
fisik dan keterlibatan manusia dalam sejarah, sosial, politik dan budaya
sebagaimana yang ada dalam konsep Barat sekular mengenai dunia, yang dibatasi
kepada dunia yang dapat dilihat. Realitas dan kebenaran didasarkan kepada dunia
yang nampak dan tidak nampak; mencakup dunia dan akhirat, yang aspek dunia
harus dikaitkan dengan aspek akhirat, dan aspek akhirat memiliki signifikansi
yang terakhir dan final. (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the
Metaphysics of Islam).
Jadi,
institusi pendidikan Islam perlu mengisoliir pandangan hidup sekular-liberal
yang tersurat dan tersirat dalam setiap disiplin ilmu pengetahuan modern saat
ini, dan sekaligus memasukkan unsur-unsur Islam setiap bidang dari ilmu
pengetahuan saat ini yang relevant. Dengan perubahan-perubahan kurikulum,
lingkungan belajar yang agamis, kemantapan visi, misi dan tujuan pendidikan
dalam Islam, maka institusi-institusi pendidikan Islam akan membebaskan manusia
dari kehidupan sekular menuju kehidupan yang berlandaskan kepada ajaran Islam.
Institusi–institusi
pendidikan sepatutnya melahirkan individu-individu yang baik, memiliki
budi pekerti, nilai-nilai luhur dan mulia, yang dengan ikhlas menyadari
tanggung-jawabnya terhadap Tuhannya, serta memahami dan melaksanakan
kewajiban-kewajibannya kepada dirinya dan yang lain dalam masyarakatnya, dan
berupaya terus-menerus untuk mengembangkan setiap aspek dari dirinya menuju
kemajuan sebagai manusia yang beradab.
C. Ruang Lingkup Pendidikan Anak
Menurut Islam
Adapun Ruang lingkup pendidikan anak menurut secara garis
besar dibagi menjadi 5, yaitu:
1. Pendidikan Keimanan
Tujuan pendidikan dalam Islam yang paling hakiki adalah
mengenalkan peserta didik kepada Allah SWT. Mengenalkan dalam arti memberikan
pembelajaran tentang keesaan Allah, kewajiban manusia terhadap Allah dan
aspek-aspek aqidah lainnya. Dalam hal ini dapat dikaji dari nasehat Luqman
kepada anaknya yang digambarkan Allah dalam firmannya:
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan
pelajaran kepadanya:”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesengguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.”
(Q.S 31:13)
Kemudian bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam
kehidupan peserta didik melalui proses pendidikan, antara lain:
a) Menciptakan hubungan yang hangat dan
harmonis
b) Jalin hubungan komunikasi yang baik
dengan anak, bertutur kata lembut, bertingkah laku positif. Hadits Rasulullah : “cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka…:” (H.R
Bukhari) serta “Barang siapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia turut berlaku
kekanak-kanakkan kepadanya.” (H.R Ibnu Babawaih
dan Ibnu Asakir)
c) Menghadirkan sosok Allah melalui
aktivitas rutin
d) Seperti ketika kita bersin katakan
alhamdulillah. Ketika kita memberikan uang jajan katakan bahwa uang itu titipan
Allah jadi harus dibelanjakan dengan baik seperti beli roti.
e) Memanfaatkan momen religius
f) Seperti Sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan,
tadarus, buka shaum bersama.
g) Memberi kesan positif tentang Allah
h) Kenalkan sifat-sifat baik AllahJangan mengatakan “ nanti
Allah marah kalau kamu berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang
Allah”.
i) Beri teladan
j) Anak akan bersikap baik jika orang
tuanya bersikap baik karena anak menjadikan orang tua model atau contoh bagi
kehidupannya.
“hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)
“hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)
k) Kreatif dan terus belajar
l) Sejalan dengan perkembangan anak. Anak
akan terus banyak memberikan pertanyaan. Sebagai orang tua tidak boleh merasa
bosan dengan pertanyaan anak malah kita harus dengan bijaksana menjawab segala
pertanyaannya dengan mengikuti perkembangan anak.
2. Pendidikan Akhlak
Allah mengutus Nabi Muhammad kepada umat manusia adalah
untuk memperbaiki akhlak manusia. Dalam proses pendidikan terdapat hadits dari
Ibnu Abas bahwa Rasulullah pernah bersabda: “… Akrabilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka.”, begitu
juga Rasulullah saw bersabda: ”Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah berumur
tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka berumur
sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud).
Bagaimana cara megenalkan akhlak kepada anak melalui
proses pendidikan, antara lain:
a) Penuhilah kebutuhan emosinya
Dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari
mengekspresikan emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan
kasih saying sepenuhnya, agar anak merasakan bahwa ia mendapatkan dukungan. Hadits Rasulullah : “ Cintailah anak-anak kecil dan sayangilah
mereka …:”
(H.R Bukhari)
b) Memberikan pendidikan mengenai yang
haq dan bathil
Sebagaimana
firman Allah yang artinya:“Dan janganlah kamu campur adukan yang haq dengan yang bathil dan
janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui .”(Q.S 2:42) Seperti bahwa berbohong itu tidak
baik, memberikan sedekah kepada fakir miskin itu baik.
c) Memenuhi janji
Dalam
hal ini Hadits Rasulullah berbunyi:”…. Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada mereka, penuhilah janji itu.
Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa dirimulah yang memberi rizki kepada
mereka.” (H.R Bukhari)
d) Meminta maaf jika melakukan kesalahan
e) Meminta tolong/ mengatakan tolong
jika kita memerlukan bantuan.
3. Pendidikan intelektual
Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari
kata intelek yaitu proses kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan
mempertimbangkan. Pendidikan intelektual ini disesuaikan dengan kemampuan
berpikir anak. Menurut Piaget seorang Psikolog yang membahas tentang
teori perkembangan yang terkenal juga dengan Teori Perkembangan
Kognitif mengatakan
ada 4 periode dalam perkembangan kognitif manusia, yaitu:
a. Periode 1, 0 tahun – 2 tahun (sensori motorik)
Mengorganisasikan tingkah laku fisik seperti menghisap,
menggenggam dan memukul pada usia ini cukup dicontohkan melalui seringnya
dibacakan ayat-ayat suci al-Quran atau ketika kita beraktivitas membaca
bismillah.
b. Periode 2, 2 tahun – 7 tahun (berpikir Pra Operasional)
Anak mulai belajar untuk berpikir dengan menggunakan
symbol dan khayalan mereka tapi cara berpikirnya tidak logis dan sistematis.
Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.
Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.
c. Periode 3, 7 tahun- 11 tahun (Berpikir Kongkrit Operasional)
Anak mengembangkan kapasitas untuk berpikir sistematik
Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah SWT tidak dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.
Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah SWT tidak dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.
d. Periode 4, 11 tahun- Dewasa (Formal Operasional)
Kapasitas berpikirnya sudah sistematis dalam bentuk
abstrak dan konsep
4. Pendidikan fisik
Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi
waktu tidur dan aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu
melakukan aktivitas seperti yang disunahkan Rasulullah: “ Ajarilah anak-anakmu
memanah, berenang dan menunggang kuda.” (HR. Thabrani)
5. Pendidikan Psikis
Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan
janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang yang
beriman.” (QS. 3:139)*
Upaya dalam melaksanakan pendidikan
psikis terhadap anak antara lain :
a) Memberikan kebutuhan emosi, dengan
cara memberikan kasih saying, pengertian, berperilaku santun dan bijak.
b) Menumbuhkan rasa percaya diri
c) Memberikan semangat tidak melemahkan
D. Tiga Tahapan Pendidikan
Anak menurut Islam
Menurut sahabat Ali bin Abitahalib ra, pendidikan anak
dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia, yaitu:
1. Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah
mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7 tahun.
2. Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah
mereka adab) dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun.
3. Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah
mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.
*Al-Qur'an
dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 1976;
Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik
pendekatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat.
Begitulah kita coba memperlakukan mereka sesuai dengan sifat-sifatnya dan
tahapan hidupnya.
E. Hubungan orang tua dengan anak menurut islam
"Kami telah diperintahkan pada
kebaikan manusia untuk orang tuanya:.. Dalam rasa sakit itu ibunya menanggung
dia, dan kesakitan dia memberinya Kelahiran membawa anak untuk menyapih nya
adalah tiga puluh bulan hingga bila ia mencapai usia penuh kekuatan dan
mencapai empat puluh tahun, katanya, "Ya Tuhanku! Berilah aku agar aku
dapat mensyukuri nikmat Anda yang Anda telah diberikan kepada saya, dan pada
kedua orang tua saya, dan bahwa saya dapat bekerja kebenaran seperti Anda dapat
menyetujui, dan mengasihani aku dalam masalah saya. Sesungguhnya telah aku
berpaling untuk Anda dan benar-benar saya tunduk pada Anda dalam Islam.
"-Qur'an 46:15
Mereka
itulah dari siapa Kita akan menerima yang terbaik dari perbuatan mereka dan
lulus dengan perbuatan buruk mereka: mereka akan menjadi salah satu penghuni
surga pada: janji kebenaran, yang dibuat untuk mereka. Paradise, memegang janji
sejati yang telah diberikan mereka. -Qur'an 46,15-16
Tuhanmu
telah menetapkan ... bahwa Anda berbuat baik kepada orang tua. Apakah satu atau
keduanya mencapai usia tua dalam seumur hidup Anda, jangan katakan kepada
mereka kata-kata penghinaan, atau mengusir mereka, tapi alamat mereka dalam hal
kehormatan. Dan, dari kebaikan, lebih rendah kepada mereka sayap kerendahan
hati, dan berkata, "Tuhanku! Melimpahkan rahmat-Mu pada mereka bahkan saat
mereka dihargai saya di masa kecil." -Qur'an 17,23
Salah satu
teman bertanya, "O Rasul Allah! Siapakah orang worthiest pertimbangan
saya?" Dia menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Dan kedua
untuk ibu saya?" Nabi berkata, "Ibumu." Pendamping bersikeras,
"Lalu?" Rasulullah berkata, "Setelah ibumu, ayahmu." -Hadits
dari Bukhari dan Muslim
Dan
ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya dengan cara instruksi,
"Menetapkan Hai anakku! Ibadah dan memerintahkan kebaikan dan kejahatan
melarang,
dan
bertahan, apa pun yang mungkin menimpa Anda. Lo! itu adalah hal heartof sabar.
"-Qur'an 31,17
Dalam
sebuah keluarga, orang tua bertanggung jawab untuk kesejahteraan anak-anak dan
menawarkan anak-anak sebuah cinta, merangkul tanpa syarat yang menghadap dan
mengkompensasi kelemahan mereka. Melalui teladan mereka, mereka mengajar
anak-anak mereka nilai-nilai dasar dan sikap yang
mereka
akan melakukan sepanjang hidup. Anak-anak, pada gilirannya, menghormati orang
tua mereka sebagai sumber yang sangat mereka ini, sebagai guru mereka, dan
sebagai orang-orang yang telah bekerja keras dan berkorban demi mereka. Ketika
mereka tumbuh, mereka harus bertanggung jawab untuk merawat orang tua mereka di
usia tua mereka. Tanggung jawab ini relatif tidak harus dilakukan sebagai
masalah tugas, melainkan muncul dari dorongan spontan dari kasih orang tua dan
rasa terima kasih anak-anak dan hormat. Ini adalah sumbu vertikal
mendefinisikan hubungan cinta dan hormat antara orang-orang yang statusnya
berbeda dan tanggung jawab yang berbeda.
Al-Ghazali Views tentang Pendidikan Anak
Menurut
Al-Ghazali, "ada pengetahuan berpotensi dalam jiwa manusia seperti benih
di dalam tanah; dengan mempelajari potensi menjadi aktual."
Anak itu,
Al-Ghazali juga menulis, `adalah kepercayaan (ditempatkan oleh Allah) di
tangan orang tuanya, dan hati yang tak berdosa adalah elemen berharga mampu
mengambil tayangan '.
Jika orang tua, dan kemudian para
guru, membawa Dia dalam kebenaran ia akan hidup bahagia di dunia ini dan
berikutnya dan mereka akan diberi pahala oleh Allah karena perbuatan baik
mereka. Jika mereka mengabaikan pendidikan anak dan pendidikan ia akan
menjalani hidup ketidakbahagiaan dalam kedua dunia dan mereka akan menanggung
beban dosa kelalaian.
Orang tua juga harus membantu dalam
mengatasi dislektika anak, mempunyai anak yang kesulitan dalam belajar ini,
saya menyaran kan agar orang tua menyediakan waktu yang cukup untuk mencari
cara belajar yang cocok pada anak. Cara itu hanya bias di peroleh bila orang
tua cukup meluangkan waktu. Tentu saja, dalam membantu anak mengatasi
kesulitannya dalam belajar untuk memenuhi pendidikannya, orang tua sulit
bekerja sendiri. Mereka perlu minta bantuan ahli sekaligus bekerja sama dengan
sekolah.*
Dalam keluarga dua orang tua
muslim, ada, menurut definisi, dua pendidik untuk anak: ayah dan ibu. Bertentangan
dengan pemikiran saat ini, peran seorang ayah tidak terbatas pada membayar
tagihan dan terlibat dalam konsultasi sedikit sekarang dan kemudian.
*Nina chairani & nurachmi w,biarkan anak bicara-jakarta republika
2003 halaman 14
Ayah Muslim
juga bertanggung jawab untuk pelatihan anaknya dan pendidikan. Mengenai ini,
Nabi (S) berkata: Seorang ayah tidak memberi anaknya lebih baik dari pendidikan
yang baik. (Mishkat, 4977, yang ditularkan oleh Tirmidzi dan Baihaqi) .Ada
banyak bahan di dalam Al Qur'an dan hadits mendorong belajar dan memperoleh
pengetahuan secara umum.
Proses transmisi pengaruh social
dalam diri individu melalui dari dua acara, yaitu formal dan informal.
Pengetahuan dan ktrampilan di pelajari oleh individu melalui proses blajar
formal atau belajar yang sistematik. Hasil belajar formal itu menmpak dalam
tingkah laku verbal dan tercermin dengan apa yang di pikirkan nya. Nilai-nilai
dan pola tingkah laku di pelajari oleh individu melalui proses belajar
informal, yaitu proses imitasi (yg sebagian besar tidak di sadarinya) dalam
kontak dalm orang-orang yang berwibawa.
Corak hubungan keluarga orang tua dengan anak dalam proses
mensosialisasi anak. Penelitian yang di lakukan oleh fels research institute,
dapat di bedakan menjadi 3 pola:
1. Pola menerima dan menolak, di dasarkan atas pola kemesraan
pada anak
2. Pola memiliki dan melepaskan, pola ini di dasari atas
dasar ke protektifan ortu pada anak .
3. Pola demokrasi dan otokrasi, di dasarkan atas taraf
partisipasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga*
David
levy mengadakan penelitian mengenai akibat-akibat over proteksi ibu pada anak,
over proteksi ibu pada anak mempunyai dua bentuk, yaitu:
(1)
ibu mendominasi anak
(2)
ibu memanjakan anak
Anak
yang di manjakan cenderung berwatak, tidak patuh, tidak dapat menahan emosi
kemarahan dan memuntut orang lain secara berlebihan. Dia tidak dapat bergaul,
sehingga akan terasing. Anak yang di dominasi orang tuanya cenderung memiliki
watak patuh, tunduk kepada kekuasaan, pemalu dan ketinggalan dalam pegaulan dalam
teman-temannya.
Diatas
itu semua sekedar beberapa contoh akibat pola-pola hubungan orang tua pada anak
yang juga mempengaruhi pola berfikir anak-anak dalam pendidikan.#
*Drs.
H Abu Ahmadi, Sosiologi pendidikan,
rineka cipta,jakarta10210 Hal.181
#st.
Vembrianto, Sosiologi pendidikan, andi offset, Yogyakarta,1990, hal.52
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab sebelumnya dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Menurut
istilah psikologi bahwa pendidikan adalah proses menumbuhkembangkan seluruh
kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Sedangkan Dalam
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
dijelaskan bahwa” “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.”
2. Tujuan pendidikan menurut Islam dalam
membentuk seorang muslim yang mampu melaksanakan kewajibannya kepada Allah
yaitu beribadah dan menyembah Allah, sebagaimana firman
allah yang artinya, “Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56). Menyembah Allah dengan segala aspeknya
ibadahnya, baik yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia maupun dengan
lingkungannya. Ibadah yang juga berhubungan dengan masalah ukhrowi (akherat)
maupun masalah dunia (ilmu dunia).
2. Ruang Lingkup Pendidikan Menurut Islam dibagi menjadi 5, yaitu: 1) Pendidikan Keimanan, 2) Pendidikan Akhlak, 3) Pendidikan intelektual dan 5) Pendidikan Psikis.
3. Menurut sahabat Ali bin Abitahalib ra,
pendidikan anak dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia, yaitu: Tahap bermain(“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir
sampai kira-kira 7 tahun. Tahap penanaman disiplin(“addibuhum”/ajarilah
mereka adab) dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun. Dan Tahapkemitraan (“roofiquhum”/jadikanlah
mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Ghani Abud. 2001. Anakmu Anugerah Terindah, Mengenal Psikologi
Anak. Bandung: Najma Publishing.
Dimyati
Mahmud. 1989. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan
Terapan. Yogyakarta: BPFE.
Jamaal
Abdul Rahman. 2008. Tahapan Mendidik
Anak, teladan Rasululloh. Bandung: Irsyad Baitus Salam
Muhammad
Nur. 1987. Muhtarul Hadis. Surabaya:
Pt. Bina Ilmu.
Miftah
Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung:
Penerbit Pustaka
Syed
Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung:
Rosdakarya.
Toto
Suryana, Dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Tiga Mutiara
www.
Perpustkaan-Islam.com
Alustadz.umar baradja.1993.bimbingan akhlaq, Surabaya : pustaka progressive
Drs.H.Abu ahmadi,2007, sosiologi
pendidikan. Jakarta: rineka cipta
Nina chairani&nurrachmi w, 2003, biarkan anak bicara. Jakarta: republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar