BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan, bimbingan,
pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dalam
Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan
nasional, menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dari generasi tua
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki generasi muda yang mencakup
pengetahuan, pengalaman, kecakapan serta ketrampilan untuk mempersiapkan mereka
agar dapat menjalani fungsi hidupnya serta mampu bertanggung jawab atas segala
perbuatannya.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, penerapan kurikulum PAI dapat
diterapkan melalui dua model pendekatan, yaitu pendekatan makro dan
pendekatan mikro. Kedua pendekatan tersebut digunakan untuk mengefektifkan
penerapan kurikulum pendidikan agama Islam yang memiliki jangkauan visi yang
luas dan terpadu (integral) berdasarkan kebutuhan dan orientasi pembelajaran
pendidikan agama Islam yang memiliki nuansa futuristik dan penuh dengan harapan
dari semua pihak
2.
Rumusan
Masalah
ü Bagaimanakah
Pendekatan Makro Dalam Implementasi Kurikulum PAI ?
ü Bagaimanakah
Pendekatan Mikro Dalam Implementasi Kurikulum PAI ?
3.
Tujuan
Masalah
ü Untuk
Mengetahui Bagaimanakah Pendekatan Makro Dalam Implementasi Kurikulum PAI
ü Untuk
Mengetahui Bagaimanakah Pendekatan Mikro Dalam Implementasi Kurikulum PAI
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pendekatan
Makro
Model
pendekatan makro berupaya menghadirkan proses pembelajaran pendidikan agama
Islam dapat memberikan nuansa yang berbeda dan harapan kolektif dari semua
pihak, baik oleh sekolah/madrasah, orangtua atau masyarakat. Adapun
langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu;
a. Merancang Program Pembelajaran
yang Unggul
Untuk melahirkan mutu pendidikan
agama Islam yang berwawasan masa depan, perlu program pembelajaran yang unggul
dan mampu membuat para guru dan siswa menikmati materi dengan menyenangkan.
Proses merancang program pembelajaran biasanya mulai sebelum kegiatan proses
belajar mengajar (PBM) berlangsung. Kegiatan ini dirancang oleh pimpinan, guru
dan melibatkan konseptor dan masyakarat agar dapat memenuhi kebutuhan
stakeholders.
Program pembelajaran yang unggul
merupakan bagian dari prinsip, strategi dan tujuan implementasi kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP). Program unggulan dimaksudkan agar lembaga
pendidikan itu memiliki daya saing sekaligus sebagai daya tarik masyarakat,
selain sebagai kebutuhan lembaga pendidikan agar proses pembelajaran pendidikan
agama Islam dapat berlangsung secara optimal. Karena itu, para pengambil
keputusan di tingkat satuan pendidikan harus mengkaji ulang apa yang masih
menjadi persoalan dan hambatan pembelajaran selama ini, khususnya terhadap
penerapan kurikulum pendidikan agama Islam.
Melalui pembelajaran yang unggul,
pelaksanaan pendidikan agama Islam akan tampak sebagai nilai plus (tambah) guna
melahirkan out put yang memadahi, melahirkan karakter individu kokoh
spiritualnya, anggun akhlaknya, serta memiliki kemandirian yang kuat. Kualitas
pembelajaran pendidikan Islam harus menumbuhkan sikap sensitifitas dan kepekaan
terhadap sesama manusia. Pendidikan agama Islam dirancang dan didesain sebagai
modal utama untuk menyadarkan jati diri peserta didik, dengan sentuhan dan
model-model pembelajaran yang mudah dipahami, dihayati dan dikerjakan oleh peserta
didik.
Lembaga pendidikan harus memiliki
komitmen untuk menempatkan materi pendidikan agama Islam sebagai pondasi pokok
terhadap keilmuan dan keterampilan yang dimiliki setiap siswa. Keilmuan dan
ketrampilan yang tinggi bila tidak diimbangi dengan pemahaman agama yang kuat,
akan mudah tergelincir pada tindakan dhalim dan mafsadat. Dengan pendekatan
pengajaran yang tepat, pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Islam akan menjadi
frame (cara pandang) setiap peserta didik dalam kehidupan sehari-hari di
mana pun mereka berada.
Menyadari akan pentingnya kurikulum
pendidikan agama Islam tersebut, maka perlu ada penyederhanaan pokok-pokok
materi dan melengkapi dengan model-model dan strategi pembelajaran yang lebih
relevan dengan situasi perubahan sosial. Usaha mengambil inisiatif dan peran
yang besar terhadap perombakan dan pembaruan pembelajaran memang mutlak
dilakukan oleh para praktisi pendidik. Sebab dengan cara seperti itulah lembaga
pendidikan akan menjadikan pendidikan agama Islam sebagai nilai tambah dan
kebutuhan para siswa.
Melalui usaha kreatif dengan
membuat program pembelajaran yang unggul, diharapkan menjadi sebuah kerangka
acuan kerja atau job description yang mudah dilakukan oleh para pendidik
untuk menyampaikan materi pendidikan agama Islam yang tepat sasaran, sesuai
misi dan tujuannya. Melalui job description yang unggul inilah
selanjutnya akan menentukan peranan-peranan efektif dan efesien, baik oleh
pendidik maupun peserta didik dalam memandang pendidikan agama Islam.
Program pembelajaran yang unggul
selain dilakukan dalam interaksi di kelas, juga diformat pelaksanaannya di luar
kelas. Pengajaran di kelas lebih menekankan pada konsep-konsep, tentang
pemahaman dan penguasaan materi pokok yang selaras dengan content
kurikulum, sementara di luar kelas dimaksudkan sebagai pengayaan dan pendalaman
terhadap materi-materi yang memang harus dilakukan di luar kelas.
Upaya memahami penerapan kurikulum
pendidikan agama Islam dari sudut pandang pendekatan makro ini, sekolah atau
madrasah harus mampu meningkatkan kompetensi kemampuan siswanya dengan
memberikan pemahaman, penghayatan dan pengalaman ajaran Islam secara
kontekstual. Kurikulum pendidikan agama Islam memiliki tujuan yang sangat
kompleks, karena selain menyangkut pengembangan kemampuan kognitif, juga
efektif dan psikomotorik siswa.
Ada hal-hal tertentu dalam
pelajaran pendidikan agama Islam yang sulit terukur kadar kompetensinya.
Misalnya berkenaan dengan keimanan, karena iman itu di dalam hati, tetapi dapat
dijangkau dengan merumuskan tanda-tanda orang beriman, ciri dan karakteristik
orang beriman serta cara pandang orang beriman itu ke dalam bentuk kompetensi.
Melalui pendekatan pengajaran di
luar kelas itulah sesungguhnya siswa dapat dilatih dengan mengindentifikasi dan
mengamalkan bagaimana cara meraih ciri-ciri dan tanda-tanda orang beriman
tersebut. Dengan proses pengajaran semacam ini diharapkan oleh sekolah agar
siswa memiliki nilai kadar keimananan yang lebih kuat dengan jabaran penerapan
kurikulum yang komprehensif.
b. Merumuskan Kembali Tujuan
Kurikulum PAI
Untuk mencapai kualitas kurikulum
yang unggul, membutuhkan mindset baru yang memandang bahwa pendidikan
agama Islam itu mencakup semua aspek hidup dan kehidupan manusia. Wilayah
kajian pendidikan agama Islam perlu dirumuskan kembali yang adaptif, fungsional
dan kontekstual. Formulasi dapat dituangkan dalam content dan tujuan kurikulum
di sekolah.
Tujuan program pendidikan sangat
dipengaruhi oleh kualitas isi kurikulum, disamping pengaruh guru dan
lingkungannya. Karena itu, lembaga pendidikan sekolah atau madrasah memandang
perlu melakukan perumusan kembali tujuan besar program pembelajaran yang ada
dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Hal ini penting, karena sangat terkait
dengan kondisi peserta didik (siswa), situasi dan kondisi masyarakat, serta
perubahan-perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi serta komunikasi informasi.
Kegunaan dari perumusan tujuan
kurikulum ini adalah memberikan pelayanan kepada peserta didik agar
kemampuannya dapat bertambah dari modal kemampuan sebelumnya. Dengan cara ini,
diharapkan kurikulum pendidikan agama Islam benar-benar membekas dalam diri
siswa, dan dapat menjadi bekal yang positif setelah lulus dari sekolah.
Rumusan tujuan kurikulum tersebut
menjadi acuan setiap guru dalam membina para siswa. Rumusan tujuan ini
diarahkan untuk menitikberatkan pada pencapaian kompetensi, mengakomodasikan
keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia, serta memberikan
kebebasan yang lebih luas kepada pelaksanaan proses pembelajaran. Tujuan untuk
merumuskan kembali tujuan kurikulum ini yaitu ingin melahirkan pembelajaran
keagamaan yang menjadi life skill (keterampilan hidup) serta sekaligus way
of life (pandangan hidup) para peserta didik.
Rumusan tujuan kurikulum pendidikan
pendidikan agama Islam, dimulai dari dasar penanaman keyakinan yang mantap,
pemahaman ibadah (cara melaksanakan shalat, puasa, zakat, dan haji), hingga
etika atau akhlak, baik menyangkut urusan pribadi maupun sosial. Selain itu
bagaimana hubungan nilai-nilai ajaran normatif itu berkolaborasi dengan bidang
ilmu-ilmu umum lainnya. Sebab Islam adalah agama peradaban yang mampu mengatur
semua urusan manusia, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali.
Dengan begitu luas cakupan
kurikulum pendidikan agama Islam, maka tujuan pelaksanaannya harus dirancang
dengan baik dan tepat, yang memiliki dimensi ruang dan waktu yang futuristik.
Keterpaduan tujuan di atas, antara dimensi ubudiyah dan dimensi muamalah harus
dipahami sebagai kerangka besar yang diemban oleh semua guru untuk melahirkan generasi
yang kokoh dalam memegang teguh keimanan, rajin beribadah dan saleh dalam
mengamalkan ilmunya.
c. Menciptakan Sumber Belajar
Unggul
Sebagai kelanjutan dari program
pembelajaran yang unggul dan tujuan kurikulum pendidikan agama Islam di atas,
sumber belajar adalah sesuatu yang mendukung dan mensupport kegiatan belajar
mengajar, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Di dalam sekolah, mungkin perlu dibangun sebuah masjid atau mushalla sebagai
tempat ibadah, yang setiap hari para pimpinan, guru, karyawan dan semua siswa
secara bersama-sama melaksanakan shalat berjama’ah. Tidak hanya sebagai tempat
shalat, masjid juga dapat difungsikan sebagai pusat unggulan lainnya, seperti
tadarus dan latihan baca tulis al-Qur’an, kajian dan pendalaman materi
pendidikan agama Islam.
Sumber belajar dapat mengambil dari
fenomena dan kejadian alam atau sosial, yang sesungguhnya peristiwa itu
merupakan bahan ”materi pendidikan agama Islam” yang nyata dan kontekstual.
Pelaksanaan kurikulum pendidikan agama Islam harus diubah dari mindset
yang bersifat doktriner, ke arah yang lebih penyadaran. Boleh jadi kurikulum
pendidikan agama Islam itu sebagai resep bimbingan dan konsultasi kepada mereka
yang memiliki masalah, gangguan mental, serta yang membutuhkan alternatif
pemecahannya.
Sumber belajar bertujuan untuk
merangsang semangat dan motivasi belajar supaya lebih baik. Kurikulum
pendidikan Islam perlu sebuah sumber belajar yang berkualitas tinggi. Misalnya,
selain telah disebutkan di atas, perlu ada tempat bacaan (mading), yang memuat
informasi dan berita yang berguna bagi siswa. Laboratorium dan perpustakaan
yang unggul, untuk tempat belajar dan melakukan riset dan eksperimen ilmiah
yang diintegrasikan dengan semangat isi al-Qur’an dan hadits.
Selain sumber belajar yang unggul
di dalam sekolah, perlu sebuah sumber belajar yang berasal dari luar sekolah.
Sumber belajar itu misalnya, menjalin kerjasama dengan masyarakat dalam bidang
tertentu, menjalin hubungan institusi sosial atau lembaga sosial, seperti panti
asuhan, tempat rehabilitasi mental, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain.
Sumber belajar semacam itu digunakan untuk melatih kesalehan sosial,
bermuamalah, serta menumbuhkan kesadaran dan rasa syukur atas ni’mat dan
karunia Allah yang tak ternilai besarnya itu.
Kurikulum pendidikan agama Islam
memang sangat memerlukan adanya sumber belajar semacam itu untuk melatih
sensitifitas daya nalar, kepekaan jiwa dan hatinya agar tumbuh sikap
penghayatan dan pengamalannya. Sumber belajar seperti ini banyak sekali kita
jumpai di mana pun. Secara fungsional, sumber belajar di luar sekolah itu untuk
menyempurnakan agar kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam benar-benar
memiliki kesan mendalam dan membekas pada diri siswa.
Dari uraian tersebut, dapat dikatakan
bahwa penciptaan sumber belajar itu dipilih berdasarkan muatan substansial dari
kurikulum yang akan diwujudkan. Usaha sekolah dalam mengupayakan fasilitas dan
sumber-sumber tersebut, diharapkan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam
mampu mencapai tujuan dan orientasi yang dapat dirasakan dan banggakan siswa.
2.
Pendekaran
Mikro
Model
pendekatan mikro dalam reformulasi penerapan kurikulum pendidikan agama Islam
yaitu suatu tahapan secara praktis dan sistematis yang memperhatikan situasi
dan kondisi sumber daya dukung lembaga pendidikan. Melalui pendekatan mikro ini
dimaksudkan agar tujuan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah
atau madrasah dapat tercapai secara terukur, dan dapat berhasil secara
maksimal.
Pendekatan
mikro lebih dihadapkan pada hal-hal yang bersifat fungsional, khususnya
pengembangan materi, peran guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran. Ketiga
komponen tersebut merupakan suatu sistem dalam pendidikan yang perlu
mendapatkan perhatian oleh para pelaku pendidikan. Adapun langkah-langkah yang
dapat ditempuh lembaga pendidikan untuk menerapkan kurikulum pendidikan agama
Islam melalui model pendekatan mikro ini sebagai berikut:
a.
Menentukan Tujuan Materi
Untuk memudahkan cara mengalisis
keberhasilan kegiatan pembelajaran, biasanya sekolah membuat standar mutu
pembelajaran. Standar mutu pembelajaran merupakan jabaran dari standar isi yang
dikonsep dan dibangun melalui pemikiran logis dan sistematis berdasarkan
nilai-nilai dan prinsip-prinsp pokok pada visi dan misi sekolah atau madrasah.
Para guru harus membuat tujuan
materi pendidikan agama Islam yang fisibel dan berdaya guna. Menentukan tujuan
materi ini dimaksudkan agar guru mudah mengukur ketercapaian proses
belajar-mengajar yang dilakukannya selama proses interaksi pembelajaran di
dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Tujuan ini juga dimaksudkan untuk
menunjukkan kecakapan seorang guru dalam mengembangkan materi pendidikan agama
Islam yang memiliki nilai bobot dan kualitas yang bagus. Dengan cara itulah
tujuan pendidikan agama Islam mampu memberikan perubahan dan pencerahan jiwa,
pikiran, hati dan perasaan peserta didik.
Kualitas pembelajaran pendidikan
agama Islam membutuhkan kreatifitas seorang guru dalam mengembangkan tujuan
materi yang relevan dengan kebutuhan anak didik, relevan dengan visi-misi
sekolah, relevan dengan tuntutan masyarakat global saat ini.
b.
Mengukur Kemampuan Awal Siswa dan Solusinya
Agar pembelajaran pendidikan agama
Islam berlangsung tepat sasaran dan sesuai tujuan, maka perlu sebuah placement
test guna melakukan identifikasi dan pengelompokan siswa sesuai tingkat
kemampaunnya. Mengukur kemampuan awal siswa bertujuan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa sebelum
menempuh sistem pembelajaran pendidikan agama Islam. Guru juga berkepentingan
bahwa dengan mengetahui kondisi kemampuan siswa, supaya sekolah dapat memberi
materi yang tepat dan sesuai tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Adapun
pengukuran kemampuan awal siswa dilakukan dengan menggunakan tes.
Setiap awal tahuan ajaran,
bersamaan dengan masa orientasi siswa (MOS) baru, mereka terlebih dahulu
diwajibkan mengikuti tes agama. Tes ini untuk memperoleh tingkat pemahaman
pendidikan agama Islam, misalnya tentang baca tulis al-qur’an, praktek shalat
dan bacaan do’anya, dan seputar wawasan dan penghayan keagamaan. Bagi yang
belum lancar dan fasih membaca al-qur’an misalnya, mereka harus mengikuti
kurikulum tambahan, yakni pembinaan baca al-qur’an yang dilakukan sebelum atau
sesudah waktu jam pelajaran formal sekolah.
Model ini perlu untuk menggali
informasi dan performen peserta didik terhadap kemampuan pendidikan agama
Islam. Dengan demikian, secara fungsional kurikulum pendidikan agama Islam
sesuai dengan background siswa terlebih dahulu.
Selain itu tujuan dilakukannya
model ini adalah untuk menentukan sampai dimana tingkat kecakapan siswa
sehingga ia mampu dibawa untuk mengikuti materi dan tugas-tugas yang akan
diberikan. Sekolah memiliki data yang bermanfaat untuk mengembangkan mutu
pembelajaran yang sesuai dengan basis kemampuan siswanya (learning based
student). Karena dengan demikian baik guru maupun lembaga sekolah dapat
bertindak secara tepat untuk melakukan pembinaan dan pembelajaran yang efektif
dan kredibel.
c.
Pembentukan Perfomansi (perilaku)
Pada tahap ini pimpinan lembaga
pendidikan perlu menerjemahkan kebutuhan dan tujuan performansi objektif yang
ingin dicapai dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam. Gambaran mengenai
performen siswa perlu dirumuskan, sehingga kurikulum pendidikan agama dapat
diarahkan untuk pembetukan cita-cita performansi siswa tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa
pimpinan sekolah perlu menyusun sebuah performansi siswa. Pertama, agar
dapat mengomunikasikan tingkat perbedaan siswa. Kedua, untuk menambah
kelengkapan atau rincian dalam menyusun program kegiatan pendidikan agama Islam
yang tepat sasaran. Ketiga, untuk mencapai tujuan performansi perlu
nilai standart yang mengatur siswa untuk menjadi pijakan dan pedoman
pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Tujuan performansi adalah untuk
mendesain proses kegiatan belajar mengajar yang mampu menciptakan kepribadian
yang mantap dan mandiri. Performansi memberikan sebuah pengertian untuk
menentukan apakah hubungan pembelajaran dengan pencapaian tujuan pendidikan
agama Islam, memberikan makna, untuk memfokuskan perencanaan pembelajaran dan
menuju keadaan yang tepat atau cocok dengan sosio-kultural dan sosio religius
yang itu merupakan pilar-pilar penting terwujudnya idealitas pembelajaran pendidikan
agama Islam.
d.
Menyusun Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari implementasi kurikulum dan kegiatan pembelajaran
akademik di lembaga pendidikan. Evaluasi ini dibutuhkan dengan mengacu pada
tujuan pokok kurikulum pendidikan agama Islam yang mengarah pada domain-domain
yang komprehensif.
Ada beberapa manfaat dari evaluasi
yaitu pertama, dapat digunakan untuk mengalisis tingkat penjabaran kurikulum
pendidikan agama Islam. Kedua untuk mengukur apakah ada pengaruh kepada peserta
didik yang telah mempelajari materi pendidikan agama Islam. Adapun jenis
evaluasinya diserahkan kepada guru untuk menunjukkan kebutuhan individu siswa,
sesuai dengan tingkat kecakapannya dan tidak tepat jika hanya sekadar sebagai
formalitas pembelajaran.
Tujuan lain dari evaluasi adalah
untuk mengecek kemajuan hasil belajar siswa, dan untuk mengecek kemungkinan
terjadinya salah pengertian siswa sehingga bisa dilakukan perbaikan sebelum
dilanjutkan. Sebagai tambahan, pelaksanaan evaluasi memberikan kesimpulan hasil
belajar sehingga dapat digunakan sebagai dokumen kemajuan siswa untuk
keluarganya, sekolahnya, dan sebagai administrasi.
BAB II
PENUTUP
·
Kesimpulan
Untuk
mencapai hasil yang maksimal, penerapan kurikulum PAI dapat diterapkan melalui
dua model pendekatan, yaitu pendekatan makro dan pendekatan mikro.
Ø Pendekatan Makro
Model pendekatan makro berupaya
menghadirkan proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat memberikan nuansa
yang berbeda dan harapan kolektif dari semua pihak, baik oleh sekolah/madrasah,
orangtua atau masyarakat. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu;
Merancang Program Pembelajaran yang
Unggul
Merumuskan Kembali Tujuan Kurikulum
PAI
Menciptakan Sumber Belajar Unggul
Ø Pendekaran Mikro
Pendekatan
mikro lebih dihadapkan pada hal-hal yang bersifat fungsional, khususnya
pengembangan materi, peran guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran. Ketiga
komponen tersebut merupakan suatu sistem dalam pendidikan yang perlu
mendapatkan perhatian oleh para pelaku pendidikan. Adapun langkah-langkah yang
dapat ditempuh lembaga pendidikan untuk menerapkan kurikulum pendidikan agama
Islam melalui model pendekatan mikro ini sebagai berikut:
Menentukan Tujuan Materi
Mengukur Kemampuan Awal Siswa dan
Solusinya
Pembentukan Perfomansi (perilaku
Menyusun Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam.
Bandung: Rosda Karya
Halim Soebahar,Abd, 2002. Wawasan Baru Pendidikan Islam.Jakarta:
Kalam Mulia
Majid, Abdul, dan Dian Andayani, 2004. Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi; Konsep dan Impelementasi Kurikulum 2004, Bandung: Rosdakarya.
Nurkancana, Wayan, dan Sumartana, 1986. Evalusi Pendidikan,
Surabaya: Usaha Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar