Selasa, 18 November 2014

implementasi kurikulum dalam PAI



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dari generasi tua untuk mengembangkan potensi yang dimiliki generasi muda yang mencakup pengetahuan, pengalaman, kecakapan serta ketrampilan untuk mempersiapkan mereka agar dapat menjalani fungsi hidupnya serta mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, penerapan kurikulum PAI dapat diterapkan melalui dua model pendekatan, yaitu pendekatan makro dan pendekatan mikro. Kedua pendekatan tersebut digunakan untuk mengefektifkan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam yang memiliki jangkauan visi yang luas dan terpadu (integral) berdasarkan kebutuhan dan orientasi pembelajaran pendidikan agama Islam yang memiliki nuansa futuristik dan penuh dengan harapan dari semua pihak
     
2.      Rumusan Masalah
ü  Bagaimanakah Pendekatan Makro Dalam Implementasi Kurikulum PAI ?
ü  Bagaimanakah Pendekatan Mikro Dalam Implementasi Kurikulum PAI ?

3.      Tujuan Masalah
ü  Untuk Mengetahui Bagaimanakah Pendekatan Makro Dalam Implementasi Kurikulum PAI
ü  Untuk Mengetahui Bagaimanakah Pendekatan Mikro Dalam Implementasi Kurikulum PAI



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pendekatan Makro
Model pendekatan makro berupaya menghadirkan proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat memberikan nuansa yang berbeda dan harapan kolektif dari semua pihak, baik oleh sekolah/madrasah, orangtua atau masyarakat. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu;
a. Merancang Program Pembelajaran yang Unggul
Untuk melahirkan mutu pendidikan agama Islam yang berwawasan masa depan, perlu program pembelajaran yang unggul dan mampu membuat para guru dan siswa menikmati materi dengan menyenangkan. Proses merancang program pembelajaran biasanya mulai sebelum kegiatan proses belajar mengajar (PBM) berlangsung. Kegiatan ini dirancang oleh pimpinan, guru dan melibatkan konseptor dan masyakarat agar dapat memenuhi kebutuhan stakeholders.
Program pembelajaran yang unggul merupakan bagian dari prinsip, strategi dan tujuan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Program unggulan dimaksudkan agar lembaga pendidikan itu memiliki daya saing sekaligus sebagai daya tarik masyarakat, selain sebagai kebutuhan lembaga pendidikan agar proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat berlangsung secara optimal. Karena itu, para pengambil keputusan di tingkat satuan pendidikan harus mengkaji ulang apa yang masih menjadi persoalan dan hambatan pembelajaran selama ini, khususnya terhadap penerapan kurikulum pendidikan agama Islam.
Melalui pembelajaran yang unggul, pelaksanaan pendidikan agama Islam akan tampak sebagai nilai plus (tambah) guna melahirkan out put yang memadahi, melahirkan karakter individu kokoh spiritualnya, anggun akhlaknya, serta memiliki kemandirian yang kuat. Kualitas pembelajaran pendidikan Islam harus menumbuhkan sikap sensitifitas dan kepekaan terhadap sesama manusia. Pendidikan agama Islam dirancang dan didesain sebagai modal utama untuk menyadarkan jati diri peserta didik, dengan sentuhan dan model-model pembelajaran yang mudah dipahami, dihayati dan dikerjakan oleh peserta didik.
Lembaga pendidikan harus memiliki komitmen untuk menempatkan materi pendidikan agama Islam sebagai pondasi pokok terhadap keilmuan dan keterampilan yang dimiliki setiap siswa. Keilmuan dan ketrampilan yang tinggi bila tidak diimbangi dengan pemahaman agama yang kuat, akan mudah tergelincir pada tindakan dhalim dan mafsadat. Dengan pendekatan pengajaran yang tepat, pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Islam akan menjadi frame (cara pandang) setiap peserta didik dalam kehidupan sehari-hari di mana pun mereka berada.
Menyadari akan pentingnya kurikulum pendidikan agama Islam tersebut, maka perlu ada penyederhanaan pokok-pokok materi dan melengkapi dengan model-model dan strategi pembelajaran yang lebih relevan dengan situasi perubahan sosial. Usaha mengambil inisiatif dan peran yang besar terhadap perombakan dan pembaruan pembelajaran memang mutlak dilakukan oleh para praktisi pendidik. Sebab dengan cara seperti itulah lembaga pendidikan akan menjadikan pendidikan agama Islam sebagai nilai tambah dan kebutuhan para siswa.
Melalui usaha kreatif dengan membuat program pembelajaran yang unggul, diharapkan menjadi sebuah kerangka acuan kerja atau job description yang mudah dilakukan oleh para pendidik untuk menyampaikan materi pendidikan agama Islam yang tepat sasaran, sesuai misi dan tujuannya. Melalui job description yang unggul inilah selanjutnya akan menentukan peranan-peranan efektif dan efesien, baik oleh pendidik maupun peserta didik dalam memandang pendidikan agama Islam.
Program pembelajaran yang unggul selain dilakukan dalam interaksi di kelas, juga diformat pelaksanaannya di luar kelas. Pengajaran di kelas lebih menekankan pada konsep-konsep, tentang pemahaman dan penguasaan materi pokok yang selaras dengan content kurikulum, sementara di luar kelas dimaksudkan sebagai pengayaan dan pendalaman terhadap materi-materi yang memang harus dilakukan di luar kelas.
Upaya memahami penerapan kurikulum pendidikan agama Islam dari sudut pandang pendekatan makro ini, sekolah atau madrasah harus mampu meningkatkan kompetensi kemampuan siswanya dengan memberikan pemahaman, penghayatan dan pengalaman ajaran Islam secara kontekstual. Kurikulum pendidikan agama Islam memiliki tujuan yang sangat kompleks, karena selain menyangkut pengembangan kemampuan kognitif, juga efektif dan psikomotorik siswa.
Ada hal-hal tertentu dalam pelajaran pendidikan agama Islam yang sulit terukur kadar kompetensinya. Misalnya berkenaan dengan keimanan, karena iman itu di dalam hati, tetapi dapat dijangkau dengan merumuskan tanda-tanda orang beriman, ciri dan karakteristik orang beriman serta cara pandang orang beriman itu ke dalam bentuk kompetensi.
Melalui pendekatan pengajaran di luar kelas itulah sesungguhnya siswa dapat dilatih dengan mengindentifikasi dan mengamalkan bagaimana cara meraih ciri-ciri dan tanda-tanda orang beriman tersebut. Dengan proses pengajaran semacam ini diharapkan oleh sekolah agar siswa memiliki nilai kadar keimananan yang lebih kuat dengan jabaran penerapan kurikulum yang komprehensif.
b. Merumuskan Kembali Tujuan Kurikulum PAI
Untuk mencapai kualitas kurikulum yang unggul, membutuhkan mindset baru yang memandang bahwa pendidikan agama Islam itu mencakup semua aspek hidup dan kehidupan manusia. Wilayah kajian pendidikan agama Islam perlu dirumuskan kembali yang adaptif, fungsional dan kontekstual. Formulasi dapat dituangkan dalam content dan tujuan kurikulum di sekolah.
Tujuan program pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas isi kurikulum, disamping pengaruh guru dan lingkungannya. Karena itu, lembaga pendidikan sekolah atau madrasah memandang perlu melakukan perumusan kembali tujuan besar program pembelajaran yang ada dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Hal ini penting, karena sangat terkait dengan kondisi peserta didik (siswa), situasi dan kondisi masyarakat, serta perubahan-perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi serta komunikasi informasi.
Kegunaan dari perumusan tujuan kurikulum ini adalah memberikan pelayanan kepada peserta didik agar kemampuannya dapat bertambah dari modal kemampuan sebelumnya. Dengan cara ini, diharapkan kurikulum pendidikan agama Islam benar-benar membekas dalam diri siswa, dan dapat menjadi bekal yang positif setelah lulus dari sekolah.
Rumusan tujuan kurikulum tersebut menjadi acuan setiap guru dalam membina para siswa. Rumusan tujuan ini diarahkan untuk menitikberatkan pada pencapaian kompetensi, mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia, serta memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksanaan proses pembelajaran. Tujuan untuk merumuskan kembali tujuan kurikulum ini yaitu ingin melahirkan pembelajaran keagamaan yang menjadi life skill (keterampilan hidup) serta sekaligus way of life (pandangan hidup) para peserta didik.
Rumusan tujuan kurikulum pendidikan pendidikan agama Islam, dimulai dari dasar penanaman keyakinan yang mantap, pemahaman ibadah (cara melaksanakan shalat, puasa, zakat, dan haji), hingga etika atau akhlak, baik menyangkut urusan pribadi maupun sosial. Selain itu bagaimana hubungan nilai-nilai ajaran normatif itu berkolaborasi dengan bidang ilmu-ilmu umum lainnya. Sebab Islam adalah agama peradaban yang mampu mengatur semua urusan manusia, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali.
Dengan begitu luas cakupan kurikulum pendidikan agama Islam, maka tujuan pelaksanaannya harus dirancang dengan baik dan tepat, yang memiliki dimensi ruang dan waktu yang futuristik. Keterpaduan tujuan di atas, antara dimensi ubudiyah dan dimensi muamalah harus dipahami sebagai kerangka besar yang diemban oleh semua guru untuk melahirkan generasi yang kokoh dalam memegang teguh keimanan, rajin beribadah dan saleh dalam mengamalkan ilmunya.
c. Menciptakan Sumber Belajar Unggul
Sebagai kelanjutan dari program pembelajaran yang unggul dan tujuan kurikulum pendidikan agama Islam di atas, sumber belajar adalah sesuatu yang mendukung dan mensupport kegiatan belajar mengajar, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Di dalam sekolah, mungkin perlu dibangun sebuah masjid atau mushalla sebagai tempat ibadah, yang setiap hari para pimpinan, guru, karyawan dan semua siswa secara bersama-sama melaksanakan shalat berjama’ah. Tidak hanya sebagai tempat shalat, masjid juga dapat difungsikan sebagai pusat unggulan lainnya, seperti tadarus dan latihan baca tulis al-Qur’an, kajian dan pendalaman materi pendidikan agama Islam.
Sumber belajar dapat mengambil dari fenomena dan kejadian alam atau sosial, yang sesungguhnya peristiwa itu merupakan bahan ”materi pendidikan agama Islam” yang nyata dan kontekstual. Pelaksanaan kurikulum pendidikan agama Islam harus diubah dari mindset yang bersifat doktriner, ke arah yang lebih penyadaran. Boleh jadi kurikulum pendidikan agama Islam itu sebagai resep bimbingan dan konsultasi kepada mereka yang memiliki masalah, gangguan mental, serta yang membutuhkan alternatif pemecahannya.
Sumber belajar bertujuan untuk merangsang semangat dan motivasi belajar supaya lebih baik. Kurikulum pendidikan Islam perlu sebuah sumber belajar yang berkualitas tinggi. Misalnya, selain telah disebutkan di atas, perlu ada tempat bacaan (mading), yang memuat informasi dan berita yang berguna bagi siswa. Laboratorium dan perpustakaan yang unggul, untuk tempat belajar dan melakukan riset dan eksperimen ilmiah yang diintegrasikan dengan semangat isi al-Qur’an dan hadits.
Selain sumber belajar yang unggul di dalam sekolah, perlu sebuah sumber belajar yang berasal dari luar sekolah. Sumber belajar itu misalnya, menjalin kerjasama dengan masyarakat dalam bidang tertentu, menjalin hubungan institusi sosial atau lembaga sosial, seperti panti asuhan, tempat rehabilitasi mental, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain. Sumber belajar semacam itu digunakan untuk melatih kesalehan sosial, bermuamalah, serta menumbuhkan kesadaran dan rasa syukur atas ni’mat dan karunia Allah yang tak ternilai besarnya itu.
Kurikulum pendidikan agama Islam memang sangat memerlukan adanya sumber belajar semacam itu untuk melatih sensitifitas daya nalar, kepekaan jiwa dan hatinya agar tumbuh sikap penghayatan dan pengamalannya. Sumber belajar seperti ini banyak sekali kita jumpai di mana pun. Secara fungsional, sumber belajar di luar sekolah itu untuk menyempurnakan agar kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam benar-benar memiliki kesan mendalam dan membekas pada diri siswa.
Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa penciptaan sumber belajar itu dipilih berdasarkan muatan substansial dari kurikulum yang akan diwujudkan. Usaha sekolah dalam mengupayakan fasilitas dan sumber-sumber tersebut, diharapkan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam mampu mencapai tujuan dan orientasi yang dapat dirasakan dan banggakan siswa.
2.      Pendekaran Mikro
Model pendekatan mikro dalam reformulasi penerapan kurikulum pendidikan agama Islam yaitu suatu tahapan secara praktis dan sistematis yang memperhatikan situasi dan kondisi sumber daya dukung lembaga pendidikan. Melalui pendekatan mikro ini dimaksudkan agar tujuan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah dapat tercapai secara terukur, dan dapat berhasil secara maksimal.
Pendekatan mikro lebih dihadapkan pada hal-hal yang bersifat fungsional, khususnya pengembangan materi, peran guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran. Ketiga komponen tersebut merupakan suatu sistem dalam pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian oleh para pelaku pendidikan. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh lembaga pendidikan untuk menerapkan kurikulum pendidikan agama Islam melalui model pendekatan mikro ini sebagai berikut:
a. Menentukan Tujuan Materi
Untuk memudahkan cara mengalisis keberhasilan kegiatan pembelajaran, biasanya sekolah membuat standar mutu pembelajaran. Standar mutu pembelajaran merupakan jabaran dari standar isi yang dikonsep dan dibangun melalui pemikiran logis dan sistematis berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsp pokok pada visi dan misi sekolah atau madrasah.
Para guru harus membuat tujuan materi pendidikan agama Islam yang fisibel dan berdaya guna. Menentukan tujuan materi ini dimaksudkan agar guru mudah mengukur ketercapaian proses belajar-mengajar yang dilakukannya selama proses interaksi pembelajaran di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Tujuan ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan kecakapan seorang guru dalam mengembangkan materi pendidikan agama Islam yang memiliki nilai bobot dan kualitas yang bagus. Dengan cara itulah tujuan pendidikan agama Islam mampu memberikan perubahan dan pencerahan jiwa, pikiran, hati dan perasaan peserta didik.
Kualitas pembelajaran pendidikan agama Islam membutuhkan kreatifitas seorang guru dalam mengembangkan tujuan materi yang relevan dengan kebutuhan anak didik, relevan dengan visi-misi sekolah, relevan dengan tuntutan masyarakat global saat ini.
b. Mengukur Kemampuan Awal Siswa dan Solusinya
Agar pembelajaran pendidikan agama Islam berlangsung tepat sasaran dan sesuai tujuan, maka perlu sebuah placement test guna melakukan identifikasi dan pengelompokan siswa sesuai tingkat kemampaunnya. Mengukur kemampuan awal siswa bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa sebelum menempuh sistem pembelajaran pendidikan agama Islam. Guru juga berkepentingan bahwa dengan mengetahui kondisi kemampuan siswa, supaya sekolah dapat memberi materi yang tepat dan sesuai tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Adapun pengukuran kemampuan awal siswa dilakukan dengan menggunakan tes.
Setiap awal tahuan ajaran, bersamaan dengan masa orientasi siswa (MOS) baru, mereka terlebih dahulu diwajibkan mengikuti tes agama. Tes ini untuk memperoleh tingkat pemahaman pendidikan agama Islam, misalnya tentang baca tulis al-qur’an, praktek shalat dan bacaan do’anya, dan seputar wawasan dan penghayan keagamaan. Bagi yang belum lancar dan fasih membaca al-qur’an misalnya, mereka harus mengikuti kurikulum tambahan, yakni pembinaan baca al-qur’an yang dilakukan sebelum atau sesudah waktu jam pelajaran formal sekolah.
Model ini perlu untuk menggali informasi dan performen peserta didik terhadap kemampuan pendidikan agama Islam. Dengan demikian, secara fungsional kurikulum pendidikan agama Islam sesuai dengan background siswa terlebih dahulu.
Selain itu tujuan dilakukannya model ini adalah untuk menentukan sampai dimana tingkat kecakapan siswa sehingga ia mampu dibawa untuk mengikuti materi dan tugas-tugas yang akan diberikan. Sekolah memiliki data yang bermanfaat untuk mengembangkan mutu pembelajaran yang sesuai dengan basis kemampuan siswanya (learning based student). Karena dengan demikian baik guru maupun lembaga sekolah dapat bertindak secara tepat untuk melakukan pembinaan dan pembelajaran yang efektif dan kredibel.
c. Pembentukan Perfomansi (perilaku)
Pada tahap ini pimpinan lembaga pendidikan perlu menerjemahkan kebutuhan dan tujuan performansi objektif yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam. Gambaran mengenai performen siswa perlu dirumuskan, sehingga kurikulum pendidikan agama dapat diarahkan untuk pembetukan cita-cita performansi siswa tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa pimpinan sekolah perlu menyusun sebuah performansi siswa. Pertama, agar dapat mengomunikasikan tingkat perbedaan siswa. Kedua, untuk menambah kelengkapan atau rincian dalam menyusun program kegiatan pendidikan agama Islam yang tepat sasaran. Ketiga, untuk mencapai tujuan performansi perlu nilai standart yang mengatur siswa untuk menjadi pijakan dan pedoman pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Tujuan performansi adalah untuk mendesain proses kegiatan belajar mengajar yang mampu menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri. Performansi memberikan sebuah pengertian untuk menentukan apakah hubungan pembelajaran dengan pencapaian tujuan pendidikan agama Islam, memberikan makna, untuk memfokuskan perencanaan pembelajaran dan menuju keadaan yang tepat atau cocok dengan sosio-kultural dan sosio religius yang itu merupakan pilar-pilar penting terwujudnya idealitas pembelajaran pendidikan agama Islam.
d. Menyusun Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari implementasi kurikulum dan kegiatan pembelajaran akademik di lembaga pendidikan. Evaluasi ini dibutuhkan dengan mengacu pada tujuan pokok kurikulum pendidikan agama Islam yang mengarah pada domain-domain yang komprehensif.
Ada beberapa manfaat dari evaluasi yaitu pertama, dapat digunakan untuk mengalisis tingkat penjabaran kurikulum pendidikan agama Islam. Kedua untuk mengukur apakah ada pengaruh kepada peserta didik yang telah mempelajari materi pendidikan agama Islam. Adapun jenis evaluasinya diserahkan kepada guru untuk menunjukkan kebutuhan individu siswa, sesuai dengan tingkat kecakapannya dan tidak tepat jika hanya sekadar sebagai formalitas pembelajaran.
Tujuan lain dari evaluasi adalah untuk mengecek kemajuan hasil belajar siswa, dan untuk mengecek kemungkinan terjadinya salah pengertian siswa sehingga bisa dilakukan perbaikan sebelum dilanjutkan. Sebagai tambahan, pelaksanaan evaluasi memberikan kesimpulan hasil belajar sehingga dapat digunakan sebagai dokumen kemajuan siswa untuk keluarganya, sekolahnya, dan sebagai administrasi.
BAB II
PENUTUP
·         Kesimpulan
Untuk mencapai hasil yang maksimal, penerapan kurikulum PAI dapat diterapkan melalui dua model pendekatan, yaitu pendekatan makro dan pendekatan mikro.
Ø  Pendekatan Makro
Model pendekatan makro berupaya menghadirkan proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat memberikan nuansa yang berbeda dan harapan kolektif dari semua pihak, baik oleh sekolah/madrasah, orangtua atau masyarakat. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu;
*      Merancang Program Pembelajaran yang Unggul
*      Merumuskan Kembali Tujuan Kurikulum PAI
*      Menciptakan Sumber Belajar Unggul

Ø  Pendekaran Mikro
Pendekatan mikro lebih dihadapkan pada hal-hal yang bersifat fungsional, khususnya pengembangan materi, peran guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran. Ketiga komponen tersebut merupakan suatu sistem dalam pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian oleh para pelaku pendidikan. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh lembaga pendidikan untuk menerapkan kurikulum pendidikan agama Islam melalui model pendekatan mikro ini sebagai berikut:
*      Menentukan Tujuan Materi
*      Mengukur Kemampuan Awal Siswa dan Solusinya
*      Pembentukan Perfomansi (perilaku
*      Menyusun Evaluasi


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: Rosda Karya
Halim Soebahar,Abd, 2002. Wawasan Baru Pendidikan Islam.Jakarta: Kalam Mulia
Majid, Abdul, dan Dian Andayani, 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Konsep dan Impelementasi Kurikulum 2004, Bandung: Rosdakarya.
Nurkancana, Wayan, dan Sumartana, 1986. Evalusi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar