Selasa, 18 November 2014

pendidikan dalam keluarga



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang masalah
Pada dasarnya sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki daerah yang saling dilingkupi antara sosiologi dengan ilmu pendidikan, sosiologi pendidikan memandang segala pendidikan dari sudut struktur social masyarakat, oleh karma itu pendidikan sangat penting dan kita butuh pendidikan untuk masa depan kita, bisa di bilang bekal untuk melangkah hari esok kemasa depan kita dan menggapai cita-cita kita, serta mengubah dunia kita menjadi lebih baik dari pad sebelumnya.
            Namun sebelumnya kita sudah dikenalkan tentang pendidikan itu pertama kali oleh keluarga kita, karna keluarga merupakan lingkungan social pertama yang dikenalkan pada anak,dan tempat pertama yang mengenalkan pendidikan kepada anak baik secara langsung maupun tidak langsung , baik melalui kasih saying, nasehat,pengarahan dan pendidikan yang diberikan pada anak sejak dini. Keluarga sangat berperan penting dalam hidup dalam hidup seorang anak terutama dalam pendidikan dan masa depannya, tanpa dukungan, arahan, dan semangat dari orang tua sulit untuk anak meraih mimipinya, dan di balik kesuksesan seseorang pasti keluargalah keluargalah yang menjadi semangat seseorang tersebut bias sukses.
            Dan kita yang sekarang bisa sekolah dan merasakan dunia pendidikan serta mandapat dukungan penuh dari keluarga hendaknya kita jangan sampai lupa untuk selalu bersyukur kepada tuhan dan memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya jangan sampai menyesal kelak. Kita juga bisa termotifasi dan mencontoh semangat  dari saudara-saudara kita diluar sana yang berjuang untuk terus bersekolah meskipun faktor ekonomi keluarga menjadi hambatan / karna keadaan fisik yang tidak sempurna. Misalnya, Kita bisa mencontoh semangat seseorang yang saya kenal, dalam pendidikan lebih tepatnya sekolah  dia tidak mendapat dukungan dari keluarga karna factor ekonomi keluarga dan menyuruh untuk berhenti sekolah dan  bekerja saja seperti saudaranya yang lain namun dari semua larangan tersebut tidak membuat semangatnya pudar dan menyerah justru semua itu ia jadikan motifasi untuk terus sekolah dan meraih imipinya dan menunjukan pada semua orang jika pendidiakn itu milik semua orang, dan suatuhari nanti ia ingin membuat ibunya tersenyum bagia karna bangga padanya.
            Apapun yang akan dilakuakn seorang anak dimasa depannya itu semua berawal dari keluarga karna kelurgalah yang pertama kali membentuk jati diri anak sebelum ia dewasa, dan kesuksesan seoarang anak tidak akan pernah lepas dari peran orang tua (keluarga),karna peran mereka sangat besar bagi hidup seorang anak, dan tak bisa kita gantikan dengan apapun. Dari cerita diatas itu hanya salah satu cerita yang bisa kita jadikan motifasi dan semangat karna diluar sana masih banyak kisah yang bisa membuat kita tambah semangat untuk mengejar cita-cita kita. Dan mengubah dunia kita menjadi lebih baik melalui pendidikan. Dan membuat orang tua kita bangga karna mungkin itu yang bisa kita lakukan untuk orang yang jasanya tidak bisa kita gantikan dengan apapun didunia ini.

B.      Rumusan masalah
·         Apa yang di maksud pendidkan dalam keluarga
·         Hubungan keluarga dalam pendidikan
·         Fungsi keluarga dalam pendidikan

C.      Tujuan
·         Mengetahui maksud pendidkan dalam keluarga
·         Mengerti tentang Hubungan keluarga dalam pendidikan
·         Mengetahui Fungsi keluarga dalam pendidikan




BAB I
PEMBAHASAN
A.      PENDIDIKAN KELUARGA
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tri tunggal ayah ibu dan anak,dimana terjadi pemanusiaan anak,dengan mana dia berproses untuk akhirnya memanusia sendiri sebagai manusia purnawan (Driyarkara. 1980 : 129).
Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah –ibu-anak, dimana terjadi pembudayaan anak, dengan mana dia berproses untuk akhirnya bisa membudaya sendiri sebagai manusia yang purnawan(Driyakara, 1980 : 130)
Pendidikan adalah pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan  oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik.
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkwalitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.
Pendidikan nasional adalah sebuah proses perubahan berbagai kemampuan dan derajat manusia Indonesia ke arah yang lebih baik. Layaknya sebuah proses, pendidikan itu merupakan ilustrasi usaha yang dilakukan secara terus menerus dari masa ke masa.
Kalau kita menengok kembali ke belakang, betapa ternyata proses pendidikan sudah diakui kepentingannya  sejak akhir PD II melalui Declaration of Human Right atau Deklarasi Universal HAM. Di sana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia. Artinya, apapun yang menghalangi proses pendidikan itu sehingga tidak bisa terlaksana dengan baik, maka itu artinya melanggar hak asasi manusia.
Perjuangan bangsa Indonesia sendiripun tidak lepas dari kegigihan para kaum terdidik yang mengupayakan  adanya kesetaraan dan peningkatan pendidikan rakyat Indonesia dengan kaum Hindia Belanda. Adanya perjuangan ini menandakan sudah adanya penghalangan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk menerima pendidikan. Dan ini juga yang kita sebut melanggar hak asasi manusia. Tentu saja kita tidak akan melupakan jasa Ki Hajar Dewantara.
Di masa setelah puluhan tahun kemerdekaanpun, pendidikan nasional terus menggelindingkan rodanya. Berputar menuju menuju arah yang lebih baik, seharusnya. Namun tidak bisa dipungkiri berputarnya roda ini dengan banyak hambatan dan masalah. Kita harus tetap ingat bahwa pendidikan itu hak asasi. Artinya semua orang berhak mendapatkan pendidikan dengan segala cara. Jika itu menyusahkan, maka berarti kita sedang berjuang mendapatkan hak asasi kita sendiri. Jika itu ternyata mudah, maka seharusnya kita menggunakan hak kita untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
Menurut pasal 1 angka 1 UU Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negarag, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
engertian keluarga/defenisi keluarga menurut Departemen Kesehatan RI (1998) :
Definisi Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Bagi bangsa kita perkataan “keluarga” tadi kita kenal sebagai rangkaian perkataan-perkataan “kawula” dan “warga”. Sebagai kita ketahui maka “ kawula” itu tidak lain artinya dari pada “abdi” yakni “hamba”sedangkan “warga” berarti “anggota”.(K.H. Dewantara)
sedangkan pengertian keluarga/defenisi keluarga menurut Salvicion dan Ara Celis (1989) :
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
B.     Hubungan keluarga dalam pendidikan
Pendidikan sudah harus dimulai sejak bayi masih dalam kandungan. Berbagai usaha dilakukan agar dapat dikomunikasikan kepada si calon bayi hal-hal yang menjadikannya nanti manusia yang baik dan bermutu. Dalam kebudayaan lokal di Indonesia, seperti di Jawa, ada tradisi berupa macam-macam upacara untuk melakukan komunikasi itu.
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengetahui bahwa pendidikan dan keluarga itu bertanggung tajab untuk mendidik anak. Selain ASI penting dilihat dari sudut makanan dan fisik bayi, pemberian ASI juga ada hubungannya dengan faktor mental, seperti penanaman disiplin pada bayi. Seperti memberikan ASI pada waktu tertentu dan tidak sembarang waktu, umpama saja untuk menghentikan bayi menangis. Dengan tumbuhnya kebiasaan tentang waktu menerima ASI dan tidak pada waktu lain pada bayi terwujud kebiasaan mengikuti aturan orang lain. Demikian pula keteraturan waktu dan cara mandi menimbulkan pada bayi dasar untuk hidup teratur nanti.
Makin tumbuh besar bayi itu makin banyak hal yang dapat dilakukan untuk penyampaian nilai kehidupan. Juga makin banyak hal dijadikan pengetahuan bayi agar daya pikirnya makin aktif. Yang amat penting adalah cinta kasih ibu karena hal itu menimbulkan rasa aman bagi bayi yang kemudian dapat menjadi rasa percaya diri yang wajar. Akan tetapi tidak boleh ada tindakan yang bernada memanjakan. Tidak ada hal yang lebih merusak masa depan anak dari pada pemanjaan. Sebaliknya bayi “ditantang” melakukan hal-hal baru, seperti berani naik tangga ketika sudah dapat berjalan dan tidak digotong ibu. Diberikan kesempatan untuk banyak bermain, sebaiknya bersama-sama anak yang sebaya. Sebab itu adalah baik sekali kalau pada umur 3 tahun anak sudah masuk dalam kelompok main (play group) agar mulai membiasakan diri bergaul dengan anak lain. Dalam permainan diberikan kebebasan melakukan banyak hal, termasuk mencoret-coret gambar untuk menyatakan perasaannya. Di rumah disiplin dipelihara terus, sehingga anak menyadari bahwa kasih sayang tidak berarti membolehkan segala kemauan anak. Anak mulai tahu bahwa ia bebas berbuat tetapi selalu dalam batas tidak mengganggu ketertiban keluarga dan tidak merugikan pihak lain. Dengan begitu sudah mulai kecil dibangun kekuatan mentalnya. Anak dibiasakan untuk selalu mengusahakan yang terbaik.
Makin besar anak, makin banyak pengetahuan disampaikan kepadanya dan makin banyak kemampuan ditumbuhkan. Bersama itu anak diberi tanggungjawab yang harus dilaksanakannya. Seperti membereskan tempat tidur sendiri, turut mengatur dan membersihkan rumah, membantu dalam asah-asah piring sehabis makan, dan lainnya. Anak harus memperoleh kesadaran bahwa ia mempunyai tempat dan fungsi dalam rumah tangga yang harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia bermain-main di luar rumah. Namun segala tanggungjawab itu harus disertai kegembiraan sehingga tidak dirasakan sebagai beban yang memberatkan hidupnya. Juga mulai ditumbuhkan rasa cinta Tanah Airnya melalui cerita, wejangan orang tua dan ajakan wisata untuk mengenal Tanah Airnya lebih baik.
Kebiasaan memperoleh kasih sayang ibu dan bapak membuat anak juga sanggup memberikan kasih sayang kepada orang lain, baik kepada saudara-saudaranya sendiri maupun kepada orang lain di luar keluarganya.
Dalam pada itu anak sudah mulai mengikuti pendidikan sekolah, dimulai dengan Taman Kanak-Kanak, kemudian ke SD dan SMP. Bersamaan dengan itu pengetahuannya makin bertambah dan timbul dorongan untuk tahu lebih banyak menjadi makin kuat. Sebab itu di rumah anak dilayani dengan semestinya kalau mengajukan pertanyaan. Anak bahkan didorong agar belajar yang baik di sekolah dan kalau perlu dibantu ketika menghadapi pelajaran sekolah yang dianggap sukar oleh anak. Anak didorong untuk berbuat paling baik, berprestasi dalam apa pun yang dikerjakan. Juga makin disadarkan kebangsaannya melalui ulasan mengenai keadaan bangsa dan kelilingnya. Sebaliknya, kalau menunjukkan sikap malas dan ogah-ogahan perlu dicari sebabnya mengapa demikian. Dengan begitu anak diusahakan menjadi orang yang dinamis tapi stabil pikiran dan perasaannya. Ketika mulai timbul perasaan asmara di masa pubertasnya, hal itu tidak dilarang. Melainkan ia diberi pedoman bagaimana menyalurkan perasaan itu dalam sikap dan perbuatan yang tidak merugikan dirinya. Dalam hal ini hubungan yang erat dengan ibu adalah amat penting.
Ketika sudah pada usia 16 tahun anak makin dipengaruhi untuk mengembangkan vitalitasnya dan menunjukkan prestasi dalam hal atau bidang yang ia sukai. Tauladan orang tua untuk anak adalah penting sejak anak kecil, tetapi terlebih penting ketika anak itu berumur 13-16 tahun dan makin kritis serta mampu membandingkan. Penyaluran emosi yang makin kuat perlu mendapat pedoman yang dikomunikasikan dengan baik sehingga dimengerti dan diterima anak. Kalau tidak, maka ia akan memberontak . Dialog antara anggota keluarga makin diperlukan. Ganjaran (reward) terhadap perbuatan yang menonjol dan unggul harus diberikan agar menstimulasi perkembangan lebih tinggi. Faktor patriotisme harus semakin menonjol dalam memotivasi dan mendorong perbuatan yang berprestasi.
Ketika menginjak umur dewasa di atas 18 tahun pendidikan dalam keluarga pada dasarnya telah berakhir. Anak telah menjadi manusia dewasa. Makin banyak pendidikan diperolehnya dari luar keluarga, baik dalam masyarakat maupun di lembaga pendidikan. Meskipun begitu harus terus dipelihara hubungan orang tua dan anak yang dilandasi kasih sayang, tauladan yang tepat dan komunikasi yang lancar untuk mendiskusikan segala hal yang dirasakan perlu oleh anak. Namun sekarang orang tua menempatkan diri sebagai penasehat anak dan membiasakan anak mengambil keputusannya sendiri. Ia harus mulai sadar bahwa baik buruk kehidupannya adalah di tangannya sendiri, sedangkan orang lain termasuk orang tua adalah penasehat. Dengan begitu akan timbul rasa tanggungjawab yang kuat dalam menentukan segala sesuatu dan ada kemampuan mengambil keputusan yang makin cermat.
Tanggungjawab atas Pendidikan Keluarga
Pendidikan dalam Keluarga adalah tanggungjawab orang tua, dengan peran Ibu lebih banyak. Karena Ayah biasanya pergi bekerja dan kurang ada di rumah, maka hubungan Ibu dan anak lebih menonjol. Meskipun begitu peran Ayah juga amat penting, terutama sebagai tauladan dan pemberi pedoman, terutama soal cinta Tanah Air dan patriotisme. Kalau anak sudah mendekat dewasa peran Ayah sebagai penasehat juga amat penting, karena dapat memberikan aspek berbeda dari yang diberikan Ibu. Oleh karena hubungan Ayah dan anak relatif terbatas waktunya, terutama di hari kerja, maka Ayah harus mengusahakan agar pada hari libur memberikan waktu lebih banyak untuk berhubungan dengan anak.
Makin banyaknya jumlah Ibu-bekerja (working mother) menimbulkan persoalan tidak sedikit bagi pendidikan anak. Sebaliknya, kalau penghasilan keluarga tergantung pada penghasilan Ayah saja yang kurang memadai untuk kehidupan keluarga, juga akan timbul persoalan pendidikan yang tidak sedikit. Sebab itu gejala yang makin meluas tentang Ibu-bekerja tidak harus ditolak, tetapi dicari jalan agar tidak terjadi kekurangan yang fatal untuk pendidikan. Salah satu cara adalah kehadiran nenek di lingkungan keluarga. Juga penempatan anak dalam lembaga Penitipan Anak ketika anak itu masih kecil merupakan cara yang tidak salah, asalkan diketahui bahwa penyelenggaraannya dilakukan oleh orang-orang yang dapat dipercaya. Meskipun demikian, para Ibu-bekerja harus selalu mengusahakan waktu maksimal untuk dapat berhubungan dengan anaknya.
Ada pendapat berbeda tentang pendidikan dalam keluarga, yaitu tentang pemberian kebebasan kepada anak. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya sejak permulaan diberikan kebebasan maksimal kepada anak. Dalam hal ini faktor pendidikan kepada anak sudah berakhir sebelum anak itu dewasa. Pendapat demikian terutama banyak ditemukan di Amerika Serikat yang kuat menganut prinsip liberalisme. Pendapat ini menganut sikap bahwa berbagai larangan dan pedoman kepada anak hanya menimbulkan keterbatasan pada anak untuk mengembangkan dirinya secara wajar. Dengan begitu potensi dan bakat anak tidak dapat berkembang menjadi kekuatan nyata.
Mungkin saja pendapat liberal ini baik untuk anak Amerika, tetapi dalam kebudayaan Timur dan khususnya Indonesia yang memandang kebersamaan sebagai sumber kebahagiaan, rupanya sikap liberal itu kurang cocok. Mungkin hanya cocok bagi keluarga yang begitu kebarat-baratan (westernized) sehingga sudah kehilangan akarnya pada kebudayaan bangsanya sendiri. Toh dalam kenyataan terbukti bahwa keluarga yang menerapkan pendidikan keluarga dapat menghasilkan pribadi-pribadi yang tidak kalah mutunya dalam kehidupan dari pribadi hasil pendidikan liberal. Hal itu cukup banyak dibuktikan oleh orang-orang Jepang yang bergulat dalam berbagai bidang dengan orang Amerika, termasuk dalam ilmu pengetahuan, bisnis, olahraga dan lainnya.
Pendidikan dalam Keluarga dapat memberikan pengaruh besar kepada karakter orang. Sebab itu kunci utama untuk menjadikan Manusia Indonesia tidak manja dan hidup energik terletak dalam pendidikan dalam keluarga. Kalau kita membaca pernyataan berbagai pemimpin besar dunia, maka banyak di antara mereka memberikan nilai penting kepada pendidikan dalam keluarga. Juga ada yang menyebutkan pengaruh kuat dari Kakek atau Nenek. Antara lain Bung Karno selalu mengagungkan pengaruh Ibu. Juga Ki Hadjar Dewantara mengemukakan pentingnya Pendidikan dalam Keluarga.
Dan karakter yang ditumbuhkan adalah faktor yang amat penting dalam kepribadian orang, karena banyak mempengaruhi prestasi dalam berbagai bidang. Baik itu bagi pemimpin masyarakat, olahragawan, kaum bisnis maupun para pendidik sendiri. Ilmu pengetahuan dan kemampuan teknik adalah penting bagi pencapaian keberhasilan, tetapi tidak akan mampu mencapai hasil maksimal kalau tidak disertai karakter. Kita melihat sekarang keadaan masyarakat Indonesia yang prestasinya tidak sebanding dengan kemampuan teknik dan penguasaan ilmu pengetahun. Hal itu terutama karena pada waktu ini faktor karakter kurang menjadi perhatian dalam penyelenggaraan pendidikan. Rendahnya patriotisme adalah gambaran lemahnya karakter bangsa. Ini semua harus menjadi salah satu hasil penting usaha pendidikan bangsa, baik dalam pendidikan dalam keluarga, pendidikan sekolah maupun pendidikan dalam masyarakat. Akan tetapi karena pendidikan pada anak paling dulu dilmulai dalam pendidikan dalam keluarga, maka pendidikan dalam keluarga yang seharusnya memberikan landasan yang kemudian diperkuat dan dilengkapi dalam pendidikan sekolah dan pendidikan dalam masyarakat.
Sudah amat perlu diadakan seruan, ajakan dan pemberian tauladan kepada para orang tua untuk memperhatikan pendidikan yang harus mereka lakukan dalam keluarga. Mungkin sekali banyak di antara para orang tua merasa kurang mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Maka sangat penting Pemerintah atau organisasi lain mengeluarkan Buku Pedoman yang dapat menjadi pegangan bagi para orang tua dalam melaksanakan pendidikan dalam keluarga. Akhirnya memang tergantung pada para orang tua sendiri apakah pedoman itu dilaksanakan atau tidak. Akan tetapi karena secara alamiah orang tua ingin anaknya baik dan sukses, maka besar kemungkinan mayoritas orang tua akan berusaha menerapkan pedoman itu dalam hidup mereka.
C.      Fungsi keluarga dalam pendidikan
Fungsi dan peranan keluarga, disamping pemerintah dan masyarakat,dalam sisdiknas indonesia tidak terbatas hanya pada pendidikan keluarga saja, akan tetapi keluarga ikut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan yang lainnya.khyususnya untuk pendidikan keluarga ,terdapat beberapa ketentuan dalam UU RI NO.2 THN 1989 tentang sisdiknas yang menegaskan fungsi dan peranan keluarga dalam pencapaian tujuan pendidikan yakni membangun manusia indonesia seutuhnya. Pendidkan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang di selenggarakan dalam keluatga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan ketrampilan (pasal 10 ayat 4).
Ruang lingkup tanggung jawab pendidikan dalam lingkungan keluarga ditentukan atas fungsi-fungsi. Menurut Nur’aeni (2010) ada 8 fungsi keluarga dalam tanggung jawab pendidikan, yaitu :
1. Fungsi Edukasi
Fungsi edukasi terkait dengan pendidikan
anak secara khusus dan pembinaan anggota keluarga pada umumnya. Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa “keluarga adalah pusat pendidikan yang utama dan pertama bagi anak”. Fungsi pendidikan amat fundamental untuk menanamkan nilai-nilai dan sistem perilaku manusia dalam keluarga.
2. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi bertujuan untuk mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat. Anak adalah pribadi yang memiliki sifat kemanusiaan sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. Menarik untuk memaknai pendapat Karl Mannheim yang dikutip oleh MI Soelaeman (1994), bahwa “anak tidak didik dalam ruang dan keadaan yang abstrak, melainkan selalu di dalam dan diarahkan kepada kehidupan masyarakat tertentu.”. Dengan demikian anak memiliki prinsip sosialitas, disamping prinsip individualitas. Prinsip sosialitas, mengharuskan anak dibawa dan diarahkan untuk mengenali nilai-nilai sosial lingkungannya oleh orang tuanya.
3. Fungsi Proteksi
Tujuan dari fungsi proteksi yaitu untuk melindungi anak bukan saja secara fisik, melainkan pula secara psikis. Secara fisik fungsi perlindungan ditujukan untuk menjaga pertumbuhan biologisnya sehingga dapat menjalankan tugas secara proporsional. Disamping itu fungsi proteksi psikis dan spiritual yaitu dengan mengendalikan anak dari pergaulan
negatif dan sikap lingkungan yang cenderung menekan perkembangan psikologinya.
4. Fungsi Afeksi
Fungsi ini terkait dengan emosional anak. Anak akan merasa nyaman apabila mampu melakukan
komunikasi dengan keluarganya dengan totalitas seluruh kepribadiannya. Kasih sayang yang dicurahkan kepada anak akan memberi kekuatan, dukungan atas kehiduapn emosionalnya yang berpengaruh pada kualitas hidupnya di masa depan.
5. Fungsi Religius
Yang dimaksud adalah fungsi keluarga untuk mengarahkan anak ke arah pemerolehan keyakinan keberagamaannya yang benar. Keluarga menjadi kendali utama yang dapat menunjukkan arah menjadi Islam yang kaffah atau sekuler.
6. Fungsi Ekonomis
Fungsi ini berkaitan dengan pemenuhan selayaknya kebutuhan yang bersifat materi. Secara normatif anak harus dipersiapkan agar kelak memikul tanggung jawab ekonomi keluarga, membangun kepribadian yang mandiri bukan menjadi objek pemaksaan orang tua.
7. Fungsi Rekreasi
Memberikan wahana dan situasi yang memungkinkan terjadinya kehangatan, keakraban, kebersamaan dan kebahagiaan bersama seluruh anggota keluarga.
8. Fungsi Biologis
Faktor biologis adalah faktor alamiyah manusia. Faktor ini meliputi perlindungan kesehatan, termasuk juga memperhatikan pertumbuhan biologisnya serta perlindungan terhadap hubungan seksualnya.


BAB III
PENUTUP
1.     Kesimpulan
Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tri tunggal ayah ibu dan anak,dimana terjadi pemanusiaan anak,dengan mana dia berproses untuk akhirnya memanusia sendiri sebagai manusia purnawan (Driyarkara. 1980 : 129).
Pendidikan sudah harus dimulai sejak bayi masih dalam kandungan. Berbagai usaha dilakukan agar dapat dikomunikasikan kepada si calon bayi hal-hal yang menjadikannya nanti manusia yang baik dan bermutu. Dalam kebudayaan lokal di Indonesia, seperti di Jawa, ada tradisi berupa macam-macam upacara untuk melakukan komunikasi itu.
Fungsi dan peranan keluarga, disamping pemerintah dan masyarakat,dalam sisdiknas indonesia tidak terbatas hanya pada pendidikan keluarga saja, akan tetapi keluarga ikut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan yang lainnya.khyususnya untuk pendidikan keluarga ,terdapat beberapa ketentuan dalam UU RI NO.2 THN 1989 tentang sisdiknas yang menegaskan fungsi dan peranan keluarga dalam pencapaian tujuan pendidikan yakni membangun manusia indonesia seutuhnya. Pendidkan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang di selenggarakan dalam keluatga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan ketrampilan (pasal 10 ayat 4).


Daftar pustaka

Abdul Ghani Abud. 2001. Anakmu Anugerah Terindah, Mengenal Psikologi Anak. Bandung: Najma Publishing.
Prof. Dr. Umar tirta raharjo, Drs. S. L. Lasulo. 2005“pengantar pendidikan”. Jakarta. Rineka cipta
Drs. M. Ngalim purwanto, Mp. 2007, “ilmu pendidikan teoritis dan praktis” Bandung. Remaja rosda karya
Drs.H.Abu ahmadi,2007, “ilmu pendidikan”. Jakarta: rineka cipta



1 komentar: